Ahlan Wa Sahlan di Blog Kelompok Kerja Penyuluh (POKJALUH) Kankemenag Kab. Pekalongan

Senin, 10 Desember 2012

Oleh - Oleh Study Banding Pokjaluh Jateng ke Jawa Barat & Jakarta 3 - 6 Desember 2012


HASIL STUDY COMPARATIF
POKJALUH JAWA TENGAH
DI BANDUNG DAN JAKARTA
3 – 6 DESEMBER 2012

A.    SHILATURRAHIM POKJALUH JAWA TENGAH – JAWA BARAT – DKI JAKARTA – BANTEN antara lain bersepakat:
1.     Saling jalin ukhuwah Islamiyah, jalin komunikasi, tukar ilmu, program dan pengalaman untuk meningkatkan potensi dan mutu kerja sebagai Penyuluh Agama Islam yang menjadi ujung tombak Kementerian Agama.
2.     Segera membentuk Pengurus Pusat POKJALUH AGAMA ISLAM RI
3.     25 Desember 2012 diselenggarakan pertemuan untuk Koordinasi Pokjaluh AI se Jawa – Bali
4.     3 Maret 2013 sebagai hari pertama peringatan Hari Penyuluh Agama Islam
5.     Pokjaluh AI Jateng sebagai fasilitator utama awal semua kegiatan

B.    SHILATURRAHIM DENGAN WAKIL MENTERI AGAMA RI
1.     WAMEN dan Kementerian Agama Pusat mendukung pembentukan POKJALUH Agama Islam sebagai sebuah Organisasi Profesi adalah suatu keniscayaan yang menjadi wadah Independen para Penyuluh Agama Islam untuk lebih leluasa berekspresi, berkreasi dan berprestasi, mengembangkan serta meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme Penyuluh Agama Islam.
2.     Sebagai Simbol Dukungan, WAMEN Agama RI berkenan dengan ikhlas mengenakan JACKET POKJALUH AI JATENG yang berwarna KEMENAG.
3.     Barang siapa yang dengan ikhlas mendukung dan sebarluaskan kebaikan dan hasil positif dari kegiatan shilaturrahim ini…insyaAllah…tergolong Mujahid Mukhlashin yang akan mendapat pahala kebahagiaan di surga…..

Selasa, 08 Mei 2012

KEBIJAKAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM DI PROVINSI JAWA TENGAH *)


Oleh Drs. H. Khaerudin, MA
Kepala Bidang Penamas
Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah

A.     Latar Belakang
Pada saat ini, untuk menyebut Bidang Penamas yang merupakan singkatan dari Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid sebagaimana tersebut dalam KMA Nomor 373 Tahun 2002 menjadi rancu, karena struktur ini tidak memiliki korelasi dengan Kemenag Pusat yang sudah menggunakan PMA no. 10 tahun 2010 dengan nomenklatur Penais atau Penerangan Agama Islam.
Sambil menunggu kebijakan baru dari pusat, kita harus tetap fokus terhadap tugas sesuai peran dan fungsinya, termasuk kami yang berada di jajaran Kanwil Kementerian Agama Jawa Tengah yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam pemberdayaan umat Islam. Jawa Tengah dengan penduduk sebanyak 32.382.657 jiwa dan dari data Keagamaan Kementerian Agama RI Tahun 2010 tercatat 93 % umat Islam. Sedangkan tempat ibadah di Jawa Tengah saat ini terdapat 162 ribu masjid dan langgar yang mengalami penurunan cukup signifikan sejak tahun 2007 sekitar 2% per tahun, namun pembangunan gereja, baik Kristen maupun Katholik mengalami kenaikan 2,5 % per tahun.
Dari data tersebut, setidaknya menjadi sebuah ukuran bahwa minat umat Islam di Jawa Tengah untuk beribadah dan beraktifitas di masjid/langgar mengalami kelesuan. Sedangkan umat Nasrani minat beribadah dan beraktifitas di tempat ibadahnya mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini semakin memperjelas kenyataan yang nampak bahwa banyak masjid/langgar sepi jamaah, berarti penyuluhan tentang manajemen masjid dan dakwah berbasis masjid yang banyak disosialisasikan belum mampu dipenuhi oleh beberapa pihak untuk  dapat menarik minat kehadiran para jamaah.
Namun dari sisi toleransi keberagamaan di Jawa Tengah sedikit lebih baik dari 3 provinsi lainnya. Angka toleransi ini dapat dilihat dari kecenderungan konflik antar agama (intoleransi), Jawa Barat terjadi kasus konflik terbanyak yaitu 34%, Jakarta 16%, Jawa Timur 15%, sedangkan di Jawa Tengah 14%.
Bila dilihat dari angka di atas, pola pemikiran keagamaan melalui pendekatan multikultural telah banyak  dimiliki oleh sebagian umat Islam di Jawa Tengah, terutama di Kota Semarang, yang dikenal aman dan kondusif. Dalam sudut pandang hubungan dan komunikasi antar agama terlihat adanya peningkatan, namun dalam sudut pandang hubungan internal umat Islam yang berkaitan dengan peningkatan ketaqwaan dan keimanan, menunjukkan upaya dakwah selama hanya berjalan di tempat.
Demikianlah beberapa dilema yang harus dipahami benar oleh para penyuluh agama Islam yang dituntut bekerja secara professional dan sekaligus sebagai penyejuk di tengah situasi masyarakat yang rentan konflik. Sebagaimana visi dan misi Kementerian Agama, para penyuluh agama dalam melakukan tugasnya agar memiliki kemampuan profesional sebagai dinamisator pembangunan dan pemersatu umat sehingga berperan efektif mendinamisir program-program pembangunan masyarakat serta mampu mencegah konflik di kalangan masyarakat.
Dengan adanya kasus kerusuhan di Temanggung pada bulan Februari lalu dapat dijadikan gambaran bahwa demikian resahnya umat Islam arus bawah dalam menanggapi pesatnya perkembangan agama lain di Jawa Tengah, sekaligus membuka mata, bahwa demikian pesat pula perkembangan pola pemikiran dan ormas Islam yang cenderung hiper-reaktif.
B.    Kebijakan Penyuluhan Agama Islam
Perlu diambil beberapa kebijakan yang dapat dijadikan bekal bagi para penyuluh agama Islam di Jawa Tengah. Di antara bekal yang amat penting bagi penyuluhan agama kepada masyarakat yaitu kemampuan menggunakan pendekatan multikultural, suatu pendekatan yang berbasis pada keragaman, mengingat masyarakat kita adalah masyarakat majemuk dan multikultural, sehingga tidak menimbulkan provokasi, tetapi menumbuhkan ketenteraman dan kedamaian antar sesama manusia dan intern umat beragama.
Melalui pendekatan multikultural ini diharapkan masyarakat dapat memahami substansi ajaran agama masing-masing secara inklusif, agar masyarakat dapat menghargai diri dan menghargai orang lain, serta dapat memperbaiki hubungan antara orang-orang dari tradisi dan kultur (budaya) yang berbeda.
Dengan mengembangkan nilai-nilai multikultural dalam penyuluhan agama diharapkan nantinya, masyarakat dapat memiliki sikap toleransi, karena toleransi merupakan ekspresi keberagamaan yang mendalam untuk mengangkat arti penting hidup bersama, hidup berdampingan, dan saling menghargai yang pada akhirnya akan dapat mendatangkan kesejahteraan bersama baik jasmani maupun rohani.
Mengacu pada dua tugas pokok penyuluh agama, pertama, menyusun dan menyiapkan program, melaksanakan penyuluhan, melaporkan dan mengevaluasi/memantau hasil pelaksanaan penyuluhan. Kedua, memberikan bimbingan dan konsultasi yaitu memberikan arahan kepada masyarakat yang membutuhkan konsultasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan kerukunan umat beragama serta keikutsertaan dalam keberhasilan pembangunan. Pada sisi yang lain penyuluh agama juga berperan dalam memberikan penerangan dan motivasi terhadap pelaksanaan program-program pembangunan melalui pendekatan keagamaan dengan bahasa agama.   
C.    Peran Strategis Pelaksanaan Penyuluhan Agama Islam
Mengingat sedemikian penting perannya, maka penyuluh agama perlu dipacu agar mampu mengembangkan kecakapan, pengetahuan, kepribadian dan kepedulian serta menguasai berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab dan profesional.
Dalam mengembangkan kecakapan, penyuluh agama dituntut agar dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan  lebih mendidik;  menguasai karakteristik jamaah dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, intelektual dan emosional; menguasai teori penyuluhan dan prinsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan; mengembangkan kurikulum terkait dengan kegiatan penyuluhan melalui tatap muka; dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran dalam penyuluhan; memfasilitasi pengembangan potensi jamaah untuk dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan jamaah; menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil penyuluhan; serta memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran dan evaluasi dalam penyuluhan untuk kepentingan pengembangan penyuluhan.
Untuk mengembangkan pengetahuan, penyuluh agama disarankan agar menguasai tujuan dan target setiap bimbingan dan penyuluhan; menguasai materi pembelajaran penyuluhan yang diampu secara kreatif; dan menguasai pembuatan tata administrasi kepenyuluhan yang mendukung pengembangan profesi.
Sedangkan dalam upaya mengembangkan kepribadian, diharapkan agar penyuluh agama  sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi jamaah; menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan rasional; menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi penyuluh dan percaya diri yang tinggi dan menjunjung tinggi kode etik profesi penyuluh.
Dalam mengembangkan kepedulian, penyuluh agama disarankan bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif atau bersikap primordial; berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama penyuluh dan masyarakat; beradaptasi di tempat tugas; berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan teknologi informasi.
Apabila strategi dan tehnik penyuluhan tersebut dapat dilaksanakan secara optimal, diharapkan perkembangan keberagamaan umat Islam. khususnya di Provinsi Jawa Tengah akan mengalami peningkatan, baik jasmaninya maupun rohaninya. Ditambah dengan pendekatan keagamaan secara multikultural, akan menciptakan masyarakat damai, sejuk dan berakhlak mulia.
Semarang, 26 April 2012
*) Disampaikan pada Diklat Penyuluh Agama Islam Tingkat Lanjutan di Balai Diklat Keagamaan di Semarang

Kebijakan Bidang Penamas dalam Upaya Optimalisasi Jurnalisme Islam


Kebijakan Bidang Penamas dalam Upaya Optimalisasi Jurnalisme Islam
Oleh Drs. H. Khaerudin, MA
Kepala Bidang Penamas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah
Untuk memajukan dakwah di masa kini, kita perlu menjalaninya dengan memanfaatkan media massa cetak atau elektronik. Karena dengan itu, dakwah bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, di mana masyarakat sekarang ini selalu membutuhkan informasi-informasi dari berbagai media  massa. Begitu pula dengan memanfaatkan media massa, dakwah dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap individu dan masyarakat. Karena dengan memanfaatkan media massa, dakwah bisa menjangkau sasaran yang luas dan mengubah presepsi.
Melihat pada kenyataan sekarang ini, begitu banyak media massa yang berkembang tapi hanya sedikit sekali yang menyiarkan dakwah Islam. Sehingga para aktivis dakwah sepertinya perlu berupaya memenuhi media-media massa dengan penyiaran dakwah Islam. Namun pemanfaatan media massa itu, dan penyiaran dakwah Islam, tidak mungkin dapat terealisasi dengan baik tanpa didukung dengan kemampuan dalam bidang jurnalistik. Untuk itulah, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah melalui Bidang Penamas perlu mengambil kebijakan untuk meningkatkan jurnalistik keagamaan.
Kebijakan ini berpijak pada PMA 10 tahun 2010 Pasal 390 yang menyebutkan bahwa Bidang Penamas salah satu tupoksinya adalah melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi penerbitan naskah dakwah.
Berkaitan dengan tupoksi tersebut, maka Bidang Penamas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah mengambil kebijakan sebagai berikut :
1.       Menyusunan Peta Keagamaan
Keberadaan peta keagamaan sangat penting dalam melaksanakan dakwah, agar tepat sasaran dengan hasil yang optimal, sesuai dengan situasi dan kondisi obyek dakwahnya dan ditunjang dengan metodologi yang tepat. Hal ini juga berlaku jika pelaksanaan dakwahnya melalui media, baik cetak maupun elektronik
2.       Melaksanakan Pelatihan
3.       Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi penerbitan naskah dakwah

Bila kita cermati sejarah, perkembangan peradaban manusia linier dengan tingkat penulisan. Laju kemajuan zaman setelah ditemukan kertas, jauh lebih cepat letimbang sebelumnya. “Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyui, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandek”, tandas Barbara Tuchman.
Suatu hal yang tak terelakkan, betapa pun obyektifnya penulisan, ia tetap diwarnai kosep ideologi penulisnya, karena tulisan merupakan curahan alam pikiran, uneg-uneg, dalam diri seseorang dari berbagai penomena, yang punya daya pengaruh pada pembaca. Nah, disinilah peran penting Jurnalis Islam untuk mengangkat berbagai kejadian ke permukaan pembaca menurut panda ngan Islam. Pada hakekatnya Jurnalisme Islami merupakan aktualisasi dakwah dalam system kepenulisan untuk mempengaruhi cara berasa, berpikir, dan bertindak manusia untuk mewujudkan ajaran Islam di berbagai aspek kehidupan. Sejauh mana tingkat keberhasilannya?! Bergantung pada sistem dan nilai penulisan serta tingkat konsumsi masyarakat (obyek sasaran) terhadap bacaan.
a. Pembahasan
Alvin Tofler futurelog terkemuka meramalkan terkemuka meramalkan bahwa manusia abad 21 pola hidupnya sangat dipengaruhi oleh informasi. Informasi jadi alat kekuasaan paling efektif masa mendatang. Bangsa mana yang menguasai arus informasi dialah menguasai dunia. Begitu pentingnya tulisan, Allah bersumpah dengan hal itu.”Nuuun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” [Al-Qolam:01]
Jelas suatu bacaan dapat menimbulkan suatu pengaruh yang sangat kuat dalam diri kita. Tak heran jika perang pemikiran melalui bacaan jauh lebih dahsyat dari pada perang fisik! Perang wacana yang dapat menjajah suatu kaum tanpa merasa dijajah. Mari kita buka cakrawala dunia yang penuh wacana yang suka atau tidak suka memuat pandangan hidup kapitalis, sekuler, materialis, komunis, bahkan atheis, yang terus merayap di atas bumi. Hal tersebut menantang jurnalisme Islami untuk tampil di depan. Aspek ini belum direspon serius secara optimal dari Umat Islam, padahal ini merupakan aspek penting dalam sisi kehidupan. Persoalannya adalah minimnya kemampuan para jurnalis Umat Islam yang mampu menggali potensi kepenulisan dalam ajaran Islam.
Seorang jurnalis Islami berarti sekaligus sebagai da’i yang tujuan dasarnya adalah dakwah. Ia harus memiliki kualifikasi akademis tentang Islam. Paling tidak memiliki pemahaman yang luas tentang kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Setelah itu riwayat Nabi, Para Shahabat, dan sebagian Ulama besar salaf. Ia juga perlu menyelami Hukum Islam dan falsafah tasyri’nya. Lebih bagus lagi jika ia menguasai ilmu bantu seperti ilmu dakwah, sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Dan yang tak kalah penting memiliki teknik penulisan jitu.
Sudah cukupkah mengandalkan kemampuan di atas…….?! belum, untuk kontinuitas dakwah diperlukan integritas yang tangguh karena jalan dakwah mendaki, berliku-liku, penuh onak dan duri. Seorang Jurnalis Islami berdakwah tidak hanya seminggu dua minggu, sebulan dua bulan, tugas dakwah yang diemban selama hayat dikandung badan.
Ucapan yang keluar dari hati akan menyerap ke hati, sedang yang keluar sebatas bibir (tinta), akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Orang berilmu tapi tidak mengamalkan berarti telah menipu diri sendiri dan akibatnya akan menumpulkan nuraninya. Apa yang didakwahkan mempunyai kekuatan dari dalam, tidak hanya sebatas bibir dan kata-kata saja. Allah menegaskan;”Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. [Ash-Shaf:03]Rasulullah juga mengingatkan;”Hendaklah kalian berpegang pada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran (kejujuran) membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga…….. Dan hendaklah kalian jauhi dusta! Karena sesungguhnya dusta membawa pada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka”. [muttafaq ’alaih]
Bagaimana bisa menghidupkan hati orang lain jika hatinya sendiri mati, ia takkan bisa memperbaiki diri orang lain jika diri sendiri rusak, takkan memberi petunjuk jika ia sendiri sesat. Mestinya dalam menyeru orang lain ia berada di depan. Begitu pula menasehati orang lain melalui tulisan, ia harus bisa menasehati dirinya sendiri.
Menulis itu gampang, anak TK pun bisa menulis dengan bimbingan gurunya. Tapi menulis untuk tujuan tertentu (dakwah misalnya), tidak bisa hanya mengandalkan bakat alami, karena ada konvensi-konvensi tertentu dalam sistem pemahaman (understanding) yang mesti dipelajari secara seksama agar orang lain mampu memahami isi sebuah tulisan sesuai dengan maksud penulis. Dengan demikian jelas Jurnalisme Islami memerlukan teknik ketrampilan komunikasi tulis yang baik sehingga mampu membawa nilai-nilai Islami berupa hikmah dan mau’idhah hasanah ke dalam tulisannya yang luwes, akurat, singkat padat, dan proporsional.
Integritas Jurnalis Islami tergambar pada kepribadiannya yang taqwa, kritis, kreatif, inovatif, dan responsif. Ia akan senantiasa memelihara diri, jernih pikiran, bersih hati, dan kokoh jiwanya. Jika semuanya terintegrasi secara berkesinambungan akan membentuk ketajaman akal budi. Dengan itu ia akan mampu membaca prioritas dakwah di berbagai lapangan, mengerti kondisi masyarakat (obyek sasaran) dari berbagai aspek, memberi analisis pemecahan berbagai persoalan dengan tepat, dan memahami sejauh mana tingkat efektifitas dakwahnya. Melalui tulisan ia takkan menyeru masyarakat naik haji di saat krisis ekonomi, ia takkan menyampaikan masalah daulah sementara mereka buta hukum-hukum Islam.
Ketajaman akal budi penting dalam dakwah melalui tulisan, karena pesan dakwah yang disampaikan Jurnalis Islami lebih besar pengaruh kognitif daripada afektif dan motoriknya. Misalnya penjelasan tentang muhasabah –diharapkan minimal– membuat orang lain tahu (kognitif) tentang apa dan bagaimana sih muhasabah itu. Syukur-syukur bila berpengaruh pada afektif dan motoriknya. Karena itulah salah satu sarat penting Jurnalis Islami harus banyak baca.
b. KesimpulanTiga sisi yang harus dibangun dalam Jurnalisme Islami :
1.     Wawasan keislaman yang luas.
2.     Ketrampilan penulisan yang bagus.
3.     Integritas pribadi yang tinggi.