A.SHILATURRAHIM POKJALUH JAWA TENGAH – JAWA
BARAT – DKI JAKARTA – BANTEN antara lain bersepakat:
1.Saling jalin ukhuwah Islamiyah, jalin
komunikasi, tukar ilmu, program dan pengalaman untuk meningkatkan potensi dan
mutu kerja sebagai Penyuluh Agama Islam yang menjadi ujung tombak Kementerian
Agama.
2.Segera membentuk Pengurus Pusat POKJALUH AGAMA
ISLAM RI
3.25 Desember 2012 diselenggarakan pertemuan
untuk Koordinasi Pokjaluh AI se Jawa – Bali
4.3 Maret 2013 sebagai hari pertama peringatan
Hari Penyuluh Agama Islam
5.Pokjaluh AI Jateng sebagai fasilitator utama awal
semua kegiatan
B.SHILATURRAHIM DENGAN WAKIL MENTERI AGAMA RI
1.WAMEN dan Kementerian Agama Pusat mendukung
pembentukan POKJALUH Agama Islam sebagai sebuah Organisasi Profesi adalah suatu
keniscayaan yang menjadi wadah Independen para Penyuluh Agama Islam untuk lebih
leluasa berekspresi, berkreasi dan berprestasi, mengembangkan serta
meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme Penyuluh Agama Islam.
2.Sebagai Simbol Dukungan, WAMEN Agama RI
berkenan dengan ikhlas mengenakan JACKET POKJALUH AI JATENG yang berwarna
KEMENAG.
3.Barang siapa yang dengan ikhlas mendukung dan
sebarluaskan kebaikan dan hasil positif dari kegiatan shilaturrahim
ini…insyaAllah…tergolong Mujahid Mukhlashin yang akan mendapat pahala
kebahagiaan di surga…..
Pada
saat ini, untuk menyebut Bidang Penamas yang merupakan singkatan dari
Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid sebagaimana
tersebut dalam KMA Nomor 373 Tahun 2002 menjadi
rancu, karena struktur ini tidak memiliki korelasi dengan Kemenag Pusat yang
sudah menggunakan PMA no. 10 tahun 2010 dengan nomenklatur Penais atau
Penerangan Agama Islam.
Sambil
menunggu kebijakan baru dari pusat, kita harus tetap fokus terhadap tugas
sesuai peran dan fungsinya, termasuk kami yang berada di jajaran Kanwil
Kementerian Agama Jawa Tengah yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam
pemberdayaan umat Islam. Jawa Tengah dengan penduduk sebanyak 32.382.657 jiwa dan dari data Keagamaan
Kementerian Agama RI Tahun 2010 tercatat 93 % umat Islam. Sedangkan tempat ibadah di Jawa Tengah saat ini terdapat
162 ribu masjid dan langgar yang mengalami
penurunan cukup signifikan sejak tahun 2007
sekitar 2% per tahun, namun pembangunan gereja, baik Kristen maupun Katholik mengalami kenaikan
2,5 % per tahun.
Dari data tersebut, setidaknya menjadi sebuah
ukuran bahwa minat umat Islam di Jawa Tengah untuk beribadah dan beraktifitas
di masjid/langgar mengalami kelesuan. Sedangkan umat Nasrani minat beribadah
dan beraktifitas di tempat ibadahnya mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Hal ini semakin memperjelas kenyataan yang nampak bahwa banyak masjid/langgar
sepi jamaah, berarti penyuluhan tentang manajemen masjid dan dakwah berbasis
masjid yang banyak disosialisasikan belum mampu dipenuhi oleh beberapa pihak
untuk dapat menarik minat kehadiran para
jamaah.
Namun
dari sisi toleransi keberagamaan di Jawa Tengah sedikit lebih baik dari 3
provinsi lainnya. Angka toleransi ini dapat dilihat dari kecenderungan konflik
antar agama (intoleransi), Jawa Barat terjadi kasus konflik terbanyak yaitu
34%, Jakarta 16%, Jawa Timur 15%, sedangkan di Jawa Tengah 14%.
Bila dilihat dari angka di atas, pola pemikiran keagamaan melalui
pendekatan multikultural telah banyakdimiliki oleh sebagian umat Islam di Jawa Tengah, terutama di Kota
Semarang, yang dikenal aman dan kondusif. Dalam
sudut pandang hubungan dan komunikasi antar agama terlihat adanya peningkatan,
namun dalam sudut pandang hubungan internal umat Islam yang berkaitan dengan
peningkatan ketaqwaan dan keimanan, menunjukkan upaya dakwah selama hanya
berjalan di tempat.
Demikianlah beberapa dilema yang harus dipahami benar oleh para penyuluh
agama Islam yang dituntut bekerja secara professional dan sekaligus sebagai penyejuk
di tengah situasi masyarakat yang rentan konflik. Sebagaimana visi dan misi Kementerian Agama, para penyuluh agama
dalam melakukan tugasnya agar memiliki kemampuan profesional sebagai
dinamisator pembangunan dan pemersatu umat sehingga berperan efektif
mendinamisir program-program pembangunan masyarakat serta mampu mencegah
konflik di kalangan masyarakat.
Dengan adanya kasus kerusuhan di Temanggung pada bulan
Februari lalu dapat dijadikan gambaran bahwa demikian resahnya umat Islam arus
bawah dalam menanggapi pesatnya perkembangan agama lain di Jawa Tengah,
sekaligus membuka mata, bahwa demikian pesat pula perkembangan pola pemikiran
dan ormas Islam yang cenderung hiper-reaktif.
B.Kebijakan Penyuluhan Agama Islam
Perlu diambil beberapa kebijakan yang dapat dijadikan bekal bagi
para penyuluh agama Islam di Jawa Tengah. Di antara bekal yang amat penting
bagi penyuluhan agama kepada masyarakat yaitu kemampuan menggunakan pendekatan
multikultural, suatu pendekatan yang berbasis pada keragaman, mengingat
masyarakat kita adalah masyarakat majemuk dan multikultural, sehingga tidak
menimbulkan provokasi, tetapi menumbuhkan ketenteraman dan kedamaian antar
sesama manusia dan intern umat beragama.
Melalui pendekatan multikultural ini diharapkan masyarakat dapat
memahami substansi ajaran agama masing-masing secara inklusif, agar masyarakat
dapat menghargai diri dan menghargai orang lain, serta dapat memperbaiki
hubungan antara orang-orang dari tradisi dan kultur (budaya) yang berbeda.
Dengan mengembangkan nilai-nilai multikultural dalam penyuluhan
agama diharapkan nantinya, masyarakat dapat memiliki sikap toleransi, karena
toleransi merupakan ekspresi keberagamaan yang mendalam untuk mengangkat arti
penting hidup bersama, hidup berdampingan, dan saling menghargai yang pada
akhirnya akan dapat mendatangkan kesejahteraan bersama baik jasmani maupun rohani.
Mengacu pada dua tugas
pokok penyuluh agama, pertama,
menyusun dan menyiapkan program, melaksanakan penyuluhan, melaporkan dan
mengevaluasi/memantau hasil pelaksanaan penyuluhan. Kedua, memberikan bimbingan dan
konsultasi yaitu memberikan arahan kepada masyarakat yang membutuhkan
konsultasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan kerukunan umat
beragama serta keikutsertaan dalam keberhasilan pembangunan. Pada sisi yang
lain penyuluh agama juga berperan dalam memberikan penerangan
dan motivasi terhadap pelaksanaan program-program pembangunan melalui
pendekatan keagamaan dengan bahasa agama.
C.Peran Strategis Pelaksanaan Penyuluhan
Agama Islam
Mengingat sedemikian penting perannya, maka penyuluh agama perlu dipacu agar mampu
mengembangkan kecakapan, pengetahuan, kepribadian dan kepedulian serta menguasai
berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap
melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab dan profesional.
Dalam mengembangkan kecakapan, penyuluh
agama dituntut agar dalam melaksanakan
bimbingan dan penyuluhanlebih
mendidik;menguasai karakteristik jamaah
dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, intelektual dan
emosional; menguasai teori penyuluhan dan prinsip-prinsip bimbingan dan
penyuluhan; mengembangkan kurikulum terkait dengan kegiatan penyuluhan melalui
tatap muka; dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran dalam penyuluhan; memfasilitasi pengembangan potensi
jamaah untuk dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; berkomunikasi
secara efektif, empatik dan santun dengan jamaah; menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi proses dan hasil penyuluhan; serta memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran dan evaluasi dalam penyuluhan untuk kepentingan pengembangan
penyuluhan.
Untuk mengembangkan pengetahuan, penyuluh agama
disarankan agar menguasai tujuan dan target setiap bimbingan dan penyuluhan;
menguasai materi pembelajaran penyuluhan yang diampu secara kreatif; dan
menguasai pembuatan tata administrasi kepenyuluhan yang mendukung pengembangan
profesi.
Sedangkan dalam upaya mengembangkan kepribadian,
diharapkan agar penyuluh agamasebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi jamaah; menampilkan diri
sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan rasional; menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi penyuluh dan
percaya diri yang tinggi dan menjunjung tinggi kode etik profesi penyuluh.
Dalam
mengembangkan kepedulian, penyuluh agama disarankan bersikap inklusif,
bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif atau bersikap primordial;
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama penyuluh dan
masyarakat; beradaptasi di tempat tugas; berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan teknologi
informasi.
Apabila
strategi dan tehnik penyuluhan tersebut dapat dilaksanakan secara optimal,
diharapkan perkembangan keberagamaan umat Islam. khususnya di Provinsi Jawa
Tengah akan mengalami peningkatan, baik jasmaninya maupun rohaninya. Ditambah
dengan pendekatan keagamaan secara multikultural, akan menciptakan masyarakat
damai, sejuk dan berakhlak mulia.
Semarang, 26 April
2012
*) Disampaikan pada
Diklat Penyuluh Agama IslamTingkat Lanjutan di Balai
Diklat Keagamaandi Semarang
Kebijakan Bidang
Penamas dalam Upaya Optimalisasi Jurnalisme Islam
Oleh Drs. H.
Khaerudin, MA
Kepala Bidang Penamas Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Tengah
Untuk memajukan dakwah di masa kini, kita perlu menjalaninya dengan
memanfaatkan media massa cetak atau elektronik. Karena dengan itu, dakwah bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, di mana masyarakat sekarang ini
selalu membutuhkan informasi-informasi dari berbagai media massa. Begitu
pula dengan memanfaatkan media massa, dakwah dapat memiliki pengaruh yang besar
terhadap individu dan masyarakat. Karena dengan memanfaatkan media massa,
dakwah bisa menjangkau sasaran yang luas dan mengubah presepsi.
Melihat pada kenyataan sekarang ini, begitu banyak media massa yang
berkembang tapi hanya sedikit sekali yang menyiarkan dakwah Islam. Sehingga
para aktivis dakwah sepertinya perlu berupaya memenuhi media-media massa dengan
penyiaran dakwah Islam. Namun pemanfaatan media massa itu, dan penyiaran dakwah
Islam, tidak mungkin dapat terealisasi dengan baik tanpa didukung dengan
kemampuan dalam bidang jurnalistik. Untuk itulah, Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Tengah melalui Bidang Penamas perlu mengambil kebijakan untuk
meningkatkan jurnalistik keagamaan.
Kebijakan ini berpijak pada PMA 10 tahun 2010 Pasal 390 yang menyebutkan bahwa Bidang Penamas salah satu tupoksinya
adalah melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi
penerbitan naskah dakwah.
Berkaitan dengan tupoksi tersebut, maka Bidang Penamas Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah mengambil kebijakan sebagai berikut :
1.Menyusunan Peta Keagamaan
Keberadaan peta keagamaan sangat penting dalam melaksanakan dakwah,
agar tepat sasaran dengan hasil yang optimal, sesuai dengan situasi dan kondisi
obyek dakwahnya dan ditunjang dengan metodologi yang tepat. Hal ini juga
berlaku jika pelaksanaan dakwahnya melalui media, baik cetak maupun elektronik
2.Melaksanakan Pelatihan
3.Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan
bimbingan teknis serta evaluasi penerbitan naskah dakwah
Bila
kita cermati sejarah, perkembangan peradaban manusia linier dengan tingkat
penulisan. Laju kemajuan zaman setelah ditemukan kertas, jauh lebih cepat
letimbang sebelumnya. “Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah
menjadi sunyui, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan
spekulasi mandek”, tandas Barbara Tuchman.
Suatu
hal yang tak terelakkan, betapa pun obyektifnya penulisan, ia tetap diwarnai kosep
ideologi penulisnya, karena tulisan merupakan curahan alam pikiran, uneg-uneg,
dalam diri seseorang dari berbagai penomena, yang punya daya pengaruh pada
pembaca. Nah, disinilah peran penting Jurnalis Islam untuk mengangkat berbagai
kejadian ke permukaan pembaca menurut panda ngan Islam. Pada hakekatnya
Jurnalisme Islami merupakan aktualisasi dakwah dalam system kepenulisan untuk
mempengaruhi cara berasa, berpikir, dan bertindak manusia untuk mewujudkan
ajaran Islam di berbagai aspek kehidupan. Sejauh mana tingkat keberhasilannya?!
Bergantung pada sistem dan nilai penulisan serta tingkat konsumsi masyarakat
(obyek sasaran) terhadap bacaan.
a.
Pembahasan
Alvin
Tofler futurelog terkemuka meramalkan terkemuka meramalkan bahwa manusia abad
21 pola hidupnya sangat dipengaruhi oleh informasi. Informasi jadi alat
kekuasaan paling efektif masa mendatang. Bangsa mana yang menguasai arus
informasi dialah menguasai dunia. Begitu pentingnya tulisan, Allah bersumpah
dengan hal itu.”Nuuun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
[Al-Qolam:01]
Jelas
suatu bacaan dapat menimbulkan suatu pengaruh yang sangat kuat dalam diri kita.
Tak heran jika perang pemikiran melalui bacaan jauh lebih dahsyat dari pada
perang fisik! Perang wacana yang dapat menjajah suatu kaum tanpa merasa
dijajah. Mari kita buka cakrawala dunia yang penuh wacana yang suka atau tidak
suka memuat pandangan hidup kapitalis, sekuler, materialis, komunis, bahkan
atheis, yang terus merayap di atas bumi. Hal tersebut menantang jurnalisme
Islami untuk tampil di depan. Aspek ini belum direspon serius secara optimal
dari Umat Islam, padahal ini merupakan aspek penting dalam sisi kehidupan.
Persoalannya adalah minimnya kemampuan para jurnalis Umat Islam yang mampu
menggali potensi kepenulisan dalam ajaran Islam.
Seorang
jurnalis Islami berarti sekaligus sebagai da’i yang tujuan dasarnya adalah
dakwah. Ia harus memiliki kualifikasi akademis tentang Islam. Paling tidak
memiliki pemahaman yang luas tentang kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Setelah
itu riwayat Nabi, Para Shahabat, dan sebagian Ulama besar salaf. Ia juga perlu
menyelami Hukum Islam dan falsafah tasyri’nya. Lebih bagus lagi jika ia
menguasai ilmu bantu seperti ilmu dakwah, sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
Dan yang tak kalah penting memiliki teknik penulisan jitu.
Sudah
cukupkah mengandalkan kemampuan di atas…….?! belum, untuk kontinuitas dakwah
diperlukan integritas yang tangguh karena jalan dakwah mendaki, berliku-liku,
penuh onak dan duri. Seorang Jurnalis Islami berdakwah tidak hanya seminggu dua
minggu, sebulan dua bulan, tugas dakwah yang diemban selama hayat dikandung
badan.
Ucapan
yang keluar dari hati akan menyerap ke hati, sedang yang keluar sebatas bibir
(tinta), akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Orang berilmu tapi tidak
mengamalkan berarti telah menipu diri sendiri dan akibatnya akan menumpulkan
nuraninya. Apa yang didakwahkan mempunyai kekuatan dari dalam, tidak hanya
sebatas bibir dan kata-kata saja. Allah menegaskan;”Sangat besar kebencian
di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”.
[Ash-Shaf:03]Rasulullah juga mengingatkan;”Hendaklah kalian berpegang pada
kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran (kejujuran) membawa pada kebaikan dan
kebaikan itu membawa ke surga…….. Dan hendaklah kalian jauhi dusta! Karena sesungguhnya
dusta membawa pada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka”.
[muttafaq ’alaih]
Bagaimana
bisa menghidupkan hati orang lain jika hatinya sendiri mati, ia takkan bisa
memperbaiki diri orang lain jika diri sendiri rusak, takkan memberi petunjuk
jika ia sendiri sesat. Mestinya dalam menyeru orang lain ia berada di depan.
Begitu pula menasehati orang lain melalui tulisan, ia harus bisa menasehati
dirinya sendiri.
Menulis
itu gampang, anak TK pun bisa menulis dengan bimbingan gurunya. Tapi menulis
untuk tujuan tertentu (dakwah misalnya), tidak bisa hanya mengandalkan bakat
alami, karena ada konvensi-konvensi tertentu dalam sistem pemahaman
(understanding) yang mesti dipelajari secara seksama agar orang lain mampu
memahami isi sebuah tulisan sesuai dengan maksud penulis. Dengan demikian jelas
Jurnalisme Islami memerlukan teknik ketrampilan komunikasi tulis yang baik
sehingga mampu membawa nilai-nilai Islami berupa hikmah dan mau’idhah hasanah
ke dalam tulisannya yang luwes, akurat, singkat padat, dan proporsional.
Integritas
Jurnalis Islami tergambar pada kepribadiannya yang taqwa, kritis, kreatif,
inovatif, dan responsif. Ia akan senantiasa memelihara diri, jernih pikiran,
bersih hati, dan kokoh jiwanya. Jika semuanya terintegrasi secara berkesinambungan
akan membentuk ketajaman akal budi. Dengan itu ia akan mampu membaca prioritas
dakwah di berbagai lapangan, mengerti kondisi masyarakat (obyek sasaran) dari
berbagai aspek, memberi analisis pemecahan berbagai persoalan dengan tepat, dan
memahami sejauh mana tingkat efektifitas dakwahnya. Melalui tulisan ia takkan
menyeru masyarakat naik haji di saat krisis ekonomi, ia takkan menyampaikan
masalah daulah sementara mereka buta hukum-hukum Islam.
Ketajaman
akal budi penting dalam dakwah melalui tulisan, karena pesan dakwah yang
disampaikan Jurnalis Islami lebih besar pengaruh kognitif daripada afektif dan
motoriknya. Misalnya penjelasan tentang muhasabah –diharapkan minimal– membuat
orang lain tahu (kognitif) tentang apa dan bagaimana sih muhasabah itu.
Syukur-syukur bila berpengaruh pada afektif dan motoriknya. Karena itulah salah
satu sarat penting Jurnalis Islami harus banyak baca.
b.
KesimpulanTiga sisi yang harus dibangun dalam Jurnalisme Islami :
Ketum Pokjaluh Periode 2010-2012 / Kepala KUA Lebakbarang
Teguh Purnomo, S.Th.I
Ketum Pokjaluh Periode 2012-2014
M. Khawarizmy, S.Pd.I (Penyuluh Agama Wil. Kec. Talun)
Sekretaris Pokjaluh
Zamroni, SHI (Penyuluh Agama Wil. Kec. Wonopringgo)
Bendahara Pokjaluh
Tinwarotul Fatinah Hafidzah
Bendahara Pokjaluh Juga
Ani Syarifah, S.Ag
Penyuluh Teladan Tk. Prov. Jateng 2011
ZAHROTUNNISA', S.Ag, M.Ag (Penyuluh Agama KUA Kajen)
Ibu-Ibu Penyuluh Kankemenag Kab. Pekalongan
Di Musholla Pulau Semonet
DDTK Februari 2011
Penyuluh Fungsional Kankemenag Kab. Pekalongan ketika mengikuti DDTK (Diklat Di Tempat Kerja) Profesi Kepenyuluhan
Tebar Qurban di Pulau Semonet Woker
Pokjaluh Ketika melaksanakan Ibadah Sosial Qurban di Pulau Smonet Desa Semut Wonokerto pada Hari Raya Idul Adha 1432H. (Program Rutin Tahunan Pokjaluh)
Pokjaluh Peduli Sesama
Pokjaluh ketika tebar qurban peduli sesama di desa Kutorojo Kecamatan Kajen pada Hari Raya Idul Adha 1431 H.
Penyuluh Agama Islam Kankemenag Kab. Pekalongan,
di KUA Kecamatan Petungkriyono, 01 Januari 2009 - 31 Mei 2011,
di KUA Kec. Wonopringgo 01 Juni 2011 - 30 April 2019
di KUA Bojong 01 Mei 2019 - Sekarang