MENELADANI NABI IBRAHIM DALAM MEMBENTUK ANAK SHOLEH
اللهُ أكْبَرُ × 9 اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ
إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ
وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ اللهُ
أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
ألْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَلَهُ
نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْهِ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَهُ
وَنَخْشَى عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَهُ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ. أَشْهَدُ
ألاَّ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهم صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى سيدنا محمد وَعَلىَ آلِهِ
وَأصْحَابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ.
أما بعد، أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ
وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ
عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ
Hadirin sidang sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah
Marilah,
kita senantiasa meningkatkan Taqwa kita kepada Allah Swt. Taqwa dengan
sebenar-benar taqwa, yakni marilah, kita senantiasa menjalankan segala perintah
Allah Swt. serta menjauhi segala larangan-Nya.
Allahu akbar,
Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhmad
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Hari
Raya Idul Adha adalah kisah tentang sebuah keluarga mulia yang diabadikan oleh
Allah Azza wa Jalla untuk peradaban manusia. Itulah kisah keluarga Nabi Ibrahim
‘alaihissalam. Melalui kisah keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam itu, Allah
Ta’ala ingin menunjukkan kepada kita betapa pentingnya posisi keluarga dalam
membangun sebuah peradaban yang besar. Sebuah masyarakat yang bahagia dan
sejahtera, tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat.
Sebuah
masyarakat tidak akan bisa menjadi bahagia dan sejahtera jika masyarakat itu
gagal dalam membangun keluarga-keluarga kecil yang ada di dalamnya.
Dan jika
kita berbicara tentang keluarga, maka itu artinya kita juga akan berbicara
tentang salah satu unsur terpenting keluarga yang bernama: Anak. Dalam kisah
keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, sang anak itu “diperankan” oleh sosok Nabi
Isma’il ‘alaihissalam.
Inilah
sosok anak teladan sepanjang zaman yang kemudian diangkat menjadi seorang nabi
oleh Allah Azza wa Jalla. Bahkan yang luar biasanya adalah melalui keturunan
Isma’il ‘alaihissalam inilah kemudian lahir sosok nabi dan rasul paling mulia
sepanjang sejarah manusia bahkan alam semesta, yaitu: Rasulullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam!
Allahu akbar,
Allahu akbar, La ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahil hamd…
Kaum
muslimin rahimakumullah!
Saat ini kita perlu merasa perihatin dengan munculnya
beberapa kasus yang menimpa generasi muda ditanah air kita, di mana pada usia
yang masih belia, bahkan masih dalam kategori anak-anak, telah terjadi
perilaku-perilaku yang tidak lagi bisa dikatagorikan sebagai bentuk “kenakalan”
pada umumnya, melainkan sudah menjerumus pada prilaku kriminal. Padahal kita
tahu bahwa mereka adalah generasi yang akan meneruskan perjuangan kita;
generasi yang akan menjadi bagian dari potret tanah air Indonesia di masa yang
datang.
Kita
semua juga nyaris menyaksikan setiap hari di sudut-sudut jalan raya, bagaimana
anak-anak kita dieksploitasi dan diperalat menjadi anak jalanan, mengemis dan
meminta-minta sambil mengisap lem dari balik bajunya yang lusuh dan kotor.
Saya
kira kita juga tahu hasil-hasil survey mutakhir yang menunjukkan bagaimana
jumlah ABG yang hamil di luar nikah terus meningkat dalam jumlah yang sangat
memprihatinkan.
Realitas ini harus kita sikapi secara serius, karena
jika tidak, maka kiranya bukanlah suatu hal yang mustahil kasus-kasus seperti
itu akan menjalar dan menjangkit mengenai lingkungan kita.
Dan
itu semua barulah segelintir masalah dan problem anak-anak kita di masa kini…
Memang di zaman sekarang tantangan yang dihadapi begitu
besar dan berat, mendidik anak ibarat menggiring domba ditengah kawanan
serigala, sedikit lengah, habislah domba itu di mangsanya.
Allahu akbar Allahu
akbar La ilaha illaLlah Allahu akbar walillahilhamd…
Kaum
muslimin yang dimuliakan Allah!
Harus
kita akui dengan jujur bahwa salah satu penyebab utama terjadinya ini semua
adalah orangtua itu sendiri. Tidak sedikit Orangtua yang terjebak dalam dua
sikap ekstrem yang saling bertolak belakang: sikap yang memanjakan terlalu
berlebihan dan sikap pengabaian yang menelantarkan anak-anak.
Ada
orangtua yang menganggap bahwa kasih sayang kepada anak harus ditunjukkan
dengan pemberian dan pemenuhan segala keinginannya. Bahkan ada juga orangtua
yang memanjakan anak dengan segala fasilitas untuk mengangkat gengsinya sendiri
sebagai orangtua!
Pada
sisi yang lain, tidak sedikit orangtua yang tidak peduli dengan anak-anaknya.
Atau menunjukkan kepedulian dengan melakukan kekerasan demi kekerasan kepada
anak.
Karena
itu, di hari yang penuh berkah ini, marilah kita berhenti sejenak, membuka hati
untuk sejenak belajar dari ayahanda para nabi dan rasul, Nabiyullah Ibrahim
‘alaihissalam. Belajar tentang betapa pentingnya nilai keluarga kita, tentang
betapa pentingnya nilai seorang anak bagi orangtuanya di dunia dan akhirat.
Para
ayah dan bunda yang dimuliakan Allah!
Pelajaran
pertama dari kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah bahwa untuk mendapatkan
anak yang shaleh, maka orangtua terlebih dahulu berusaha menjadi orang yang
shaleh. Karena siap menjadi orangtua artinya siap menjadi teladan untuk
keluarga, bukan sekedar memberi makan dan mencukupi kebutuhan anak.
Keberhasilan
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mendapatkan karunia anak shaleh seperti Nabi Isma’il
‘alaihissalam adalah karena beliau sendiri berhasil mendidik dan membentuk dirinya
menjadi seorang hamba yang shaleh. Allah Azza wa Jalla menegaskan:
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sungguh
telah ada untuk kalian teladan yang baik dalam diri Ibrahim dan orang-orang
yang bersamanya.” (al-Mumtahanah: 4)
Pujian
Allah Azza wa Jalla untuk Ibrahim ‘alaihissalam ini tentu saja didapatkannya
setelah ia berusaha dan berusaha menjadi sosok pribadi yang dicintai oleh Allah
Azza wa Jalla.
Pertanyaannya
sekarang untuk kita semua adalah: siapakah di antara kita yang sejak awal
menjadi orangtua sudah berusaha untuk belajar dan berusaha menjadi orangtua
yang shaleh? Apakah kesibukan kita menshalehkan pribadi kita sudah menyamai
kesibukan kita mengurus rezki dan urusan dunia lainnya?
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah!
Pelajaran
kedua dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah jika ingin memiliki anak yang
shaleh, maka bersungguh-sungguhlah meminta dan mencita-citakannya dari Allah
Azza wa Jalla. Allah Ta’ala mengabadikan doa-doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang
itu di dalam al-Qur’an:
رَبِّ
هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Tuhanku,
karuniakanlah untukku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh.” (al-Shaffat:
100)
رَبِّ اجْعَلْنِى
مُقِيمَ الصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ
دُعَآءِ
“Ya
Tuhanku, jadikanlah aku orang yang menegakkan shalat, juga dari keturunanku. Ya
Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim: 40)
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Mungkin
banyak di antara kita yang sekedar “mau” memiliki anak yang shaleh. Tapi siapa
di antara kita yang sungguh-sungguh berdoa memintanya kepada Allah dengan
kelopak mata yang berderai air mata? Siapa di antara kita yang secara konsisten
menyelipkan doa-doa terbaiknya untuk keluarga dan anak-anaknya?
Allahu akbar,
Allahu akbar La ilaha illaLlahu Allahu akbar wa lillahilhamd…
Jika
kita memang sungguh-sungguh bercita-cita mendapatkan anak shaleh, maka kita
harus berpikir dan berusaha sungguh-sungguh pula mencari jalannya, sama bahkan
lebih dari saat kita bercita-cita ingin mempunyai penghasilan yang besar, rumah
tinggal impian dan kendaraan idaman kita. Berikut ini beberapa hal yang
sungguh-sungguh harus kita jalankan untuk mewujudkan impian “anak shaleh”
tersebut:
Pertama,
konsisten mencari rezki yang halal untuk keluarga:
Dalam
pandangan Islam, apa yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan berpengaruh
terhadap perilakunya. Karena itu, Islam mewajibkan kepada setiap orangtua untuk
memberikan hanya makanan halal yang diperoleh melalui harta yang halal kepada
anak-anak mereka. Bahkan nafkah yang halal untuk keluarga akan dinilai sebagai
sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً
“Sesungguhnya
seorang muslim itu jika ia memberi
nafkah kepada keluarganya, maka itu akan menjadi sedekah untuknya.” (HR.
Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh al-Albani)
Usaha
memberikan nafkah yang halal tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi
orangtua. Dan untuk itu, kita harus selalu mengingat peringatan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tantangan tersebut. Beliau bersabda:
يَأْتِي
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ
الْحَلاَلِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ
“Akan
datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak lagi peduli apa yang
ia kumpulkan; apakah dari yang halal atau dari yang haram?” (HR.
al-Bukhari)
Apakah
kita termasuk yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits ini? Orang yang tidak peduli dari mana mengais dan membawa pulang nafkah
untuk keluarga. Dan Rasulullah telah berpesan:
لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنَ السُّحْتِ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak
akan masuk surga daging tumbuh dari harta haram, karena neraka lebih pantas
untuknya.”(HR.
al-Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Allahu akbar,
Allahu akbar, la ilaha illaLlahu Allahu akbar walillahilhamd…
Kaum
muslimin yang dimuliakan Allah!
Yang
kedua, memberikan kasih sayang kepada anak tapi tidak memanjakannya:
Pada
hari ini, seiring dengan perkembangan teknologi yang nyaris tak terbendung,
kita sudah tidak aneh lagi melihat anak-anak yang dibekali oleh para orangtua
dengan peralatan-peralatan komunikasi yang bisa apa saja, termasuk mengakses
tayangan-tayangan pornografi.
Di
samping dampak lain seperti kecanduan game dan semacamnya yang semakin
merenggangkan hubungan komunikasi antara anak dan orangtua. Ini adalah satu
contoh kasus di mana mungkin saja kita menganggap itu sebagai bukti kasih
sayang kita kepada mereka.
Namun
marilah memikirkan dengan jernih bahwa bukti cinta dan sayang kita yang
sesungguhnya kepada mereka adalah dengan berusaha menyelamatkan mereka dari api
neraka. Allah Ta’alaberfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Jagalah diri dan keluarga kalian dari api nerakan
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (al-Tahrim: 6)
Apakah Anda
rela membiarkan anak-anak Anda terpanggang di dalam kobaran api neraka? Apakah
kita rela membiarkan anak-anak yang kita sayangi itu menjadi bahan bakar neraka
Allah?Na’udzu billah min dzalik.
Kaum
muslimin rahimakumullah!
Para
ayah dan bunda yang berbahagia!
Selanjutnya
yang ketiga adalah terus belajar dan belajar menjadi orangtua yang shaleh dan
cakap:
Apakah
kita sudah mengetahui semua panduan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam mendidik anak?
Apakah
kita sudah memahami bagaimana menghadapi karakter anak kita yang berbeda-beda
itu?
Kita
tidak dilarang mempelajari konsep pendidikan anak dari siapa saja, tapi selalu
ingat bahwa konsep pendidikan dan pembinaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah yang terbaik dan yang wajib untuk kita jalankan. Tentu saja kita
tidak lupa untuk meneladani jejak para sahabat Nabi dan Ahlul bait beliau
secara benar, dan tidak berlebih-lebihan.
Cobalah
kita renungkan betapa banyaknya hal yang harus kita pelajari sebagai orangtua.
Karenanya sesibuk apapun urusan dunia kita, kita harus menyediakan waktu untuk
belajar menjadi orangtua yang shaleh dan cakap.
Itulah harga yang harus kita bayar untuk menyelamatkan keluarga kita
dari kobaran api neraka yang membara.
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Mengapa
kita harus benar-benar serius merancang kehadiran anak shaleh di dalam rumah
tangga kita? Menjawab pertanyaan itu, marilah merenungkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قاَلَ:
اِذَامَاتَ ابْنُ اَدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ
مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَاِلحٍ
يَدْعُوْلَهُ. رواه مسلم
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa
Rasulullah SAW Bersabda: “Ketika anak adam meninggal, maka terputuslah pahala
amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shaleh yang mendoakan kepadanya.” (HR
Muslim).
Melalui
hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa anak
yang shaleh adalah investasi yang tak ternilai harganya. Anak yang shaleh
adalah pelita yang tak padam meski kita telah terkubur dalam liang lahat. Anak
yang shaleh adalah sumber pahala yang tak putus meski tubuh kita telah hancur
berkalang tanah.
Sebaliknya,
anak-anak yang tidak shaleh kelak akan menjadi sumber bencana bagi kehidupan
kita para orangtua di akhirat, wal ‘iyadzu biLlah.
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Namun
jika kita merasa gagal setelah mengerahkan upaya sungguh-sungguh untuk
menghadirkan sosok anak shaleh dalam rumah kita, janganlah kita berputus asa
kepada Allah Azza wa Jalla. Dalam kondisi putus asa seperti itu, kita harus
belajar dari kesabaran dan keteguhan Nabi Nuh ‘alaihissalam yang terus mengajak
anaknya ikut bersamanya, meski kemudian anaknya memilih untuk durhaka kepada
Allah Ta’ala hingga akhir hayatnya.
Kesabaran
juga hal paling mendasar yang harus kita miliki dalam mengarungi bahtera rumah
tangga. Maraknya kasus perceraian adalah bukti bahwa banyak orangtua yang egois
memikirkan dirinya sendiri dan lupa bahwa anak-anak sangat membutuhkan sebuah
keluarga yang utuh. Karenanya, bersabarlah karena Allah selalu bersama dengan
orang-orang yang sabar.
Kaum
muslimin yang dimuliakan Allah!
Di
penghujung khutbah ini, marilah sejenak kita menundukkan jiwa dan hati untuk
menyampaikan doa-doa kita kepada Sang Maha mendengar, Allah Azza wa Jalla.
Semoga doa-doa itu terhantarkan ke sisi Allah Ta’ala bersama dengan ibadah
kurban yang kita tunaikan hari ini. Semoga
Allah menganugerahi kita keturunan dan generasi yang shaleh dan shalehah, serta
menganugerahkan rahmat dan petunjukNya kepada kita untuk dapat mencapai
kedamaian, dan kebahagiaan hidup baik didunia maupun di akhirat. Amin ya Rabbal
‘Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ.
وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.