Ahlan Wa Sahlan di Blog Kelompok Kerja Penyuluh (POKJALUH) Kankemenag Kab. Pekalongan

Senin, 11 April 2011

Aktualisasi Amanah Dalam Kehidupan (Khutbah Jum'at)

AKTUALISASI AMANAH DALAM KEHIDUPAN
Oleh Drs.H. A. Sulaiman Tarmudji
(Penyuluh Agama Fungsional KUA Kec. Karangdadap)

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، اَلّلهُمّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمّد كَمَا صَلَيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إْبرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا إْبرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى سَيِّدِنَا إْبرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، أَمّا بَعْدُ:
فَيَااَيُّهَاالْمُسْلِمُوْنَ الْكِرَامُ : اُوصِيْكُمْ عِبَادَاللهِ وَ اِيَّايَ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ, اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin - Jamaah Jum'at Rahimakumullah  
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita berupa kesehatan dan kesempatan untuk meningkatkan iman dan taqwa kita dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. yang telah memberikan pedoman dan tuntunan hidup ke arah yang benar yaitu menuju jalan lurus yang diridloi Allah Swt. 
Melalui mimbar khutbah ini, tak lupa saya sampaikan wasiat taqwa. Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt. dengan sebenar-benarnya iman dan taqwa. Semoga dengan bekal iman dan taqwa yang benar ini jalan hidup yang membentang di hadapan kita ini akan dapat kita lewati dengan selamat dan sejahtera, sehingga kita dapat melepaskan diri kita dari kesulitan hidup yang kita rasakan akhir-akhir ini. Ingatlah bahwa apa saja yang kita miliki ini merupakan titipan Allah, dan setiap titipan atau amanah pasti akan diminta kembali oleh pemiliknya. Oleh karena itu, jagalah amanat Allah dan berlaku adil-lah dalam memutuskan perkara umat manusia agar kehidupan kita di dunia ini diberi kemudahan dan kesejahteraan. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ : 58, 
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat . (Qs. An-Nisa’:58)   
Kaum muslimin sidang jamaah jum’at yang berbahagia.  
Amanat adalah suatu sifat dan sikap pribadi seseorang yang dapat dipercaya dalam melaksanakan sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Amanah mempunyai pengertian yang sangat luas, mencakup seluruh sisi kehidupan manusia. Namun amanat tetap berpijak pada rasa tanggung jawab dalam diri seseorang terhadap suatu tugas yang diembannya dan juga tanggung jawab dihadapan allah Swt. Allah Swt. Telah menganugerahkan pada diri kita perlengkapan jasmaniah dan rohaniah untuk alat mengabdi kepada Allah dan berkhidmat kepada sesama umat manusia. Apabila potensi rohani dan anggota jasmaninya digunakan untuk taat kepada Allah, berarti kita ini amanah. Sebaliknya, jika potensi itu digunakan untuk maksiat kepada Allah, berarti kita ini khianat.  
Sebagian dari kita ada yang berambisi mencari dan mencapai kedudukan dalam kepemimpinan karena mengharapkan beberapa kesenangan tanpa memikirkan dan memperhitungkan akan akibatnya, yang di kemudian hari akan membuatnya terhina dan menyesali diri. Apabila seseorang telah diberikan kepercayaan, jabatan atau tugas-tugas tertentu, maka sebagai seorang mukmin wajib memiliki sifat dan sikap amanat. Sebab seseorang yang diberi tugas tertentu berarti dia memegang amanat sebagai petugas. Apabila dia memiliki sifat amanat, maka tugas tersebut akan dilaksanakan dengan baik sebagai perwujudan dari rasa taatnya kepada Allah, dan jika tidak dilaksanakan tugas yang diamanatkan itu, berarti dia seorang pengkhianat dan berbuat maksiat kepada Allah. 
Oleh karena itu, Rasulullah saw. sering mengingatkan umatnya agar berhati-hati dan memelihara diri tentang amanat. Makanya ketika Abu Dzar meminta jabatan kepada Rasulullah saw. beliau menepukkan tangannya di atas pundaknya Abu Dzar, seraya bersabda, : “Wahai Abu Dzar, Sesungguhnya engkau orang yang lemah dan jabatan itu adalah amanat. Amanat itu dapat membawa orang kepada kehinaan dan penyesalan di hari Kiamat, kecuali orang-orang yang mampu melaksanakan tugas kewajibannya dan memenuhi tanggung jawabnya”. (HR Muslim).
Demikian juga ketika Nabi saw. melarang Abdurrahman bin Samurah meminta jabatan, beliau bersabda : “Jangan engkau meminta jabatan, sebab apabila engkau memperoleh jabatan bukan karena meminta, maka Allah akan membantumu (dalam menyelesaikan problem jabatan), akan tetapi apabila engkau memperoleh jabatan karena meminta, maka Allah akan menyerahkan sepenuhnya (dalam menyelesaikan problem jabatan) kepadamu”.
Kaum muslimin sidang jamaah jum’at yang berbahagia.
Adakalanya memang jabatan boleh diminta. Dalam kasus nabi Yusuf a.s. misalnya ; beliau tahu akan kemampuan dirinya dan menyadari betapa strategisnya menguasai sumber kekayaan negara. Maka beliau meminta jabatan sebagai bendahara, namun beliau juga memelihara betul tekad murni hati nuraninya untuk melaksanakan amanat itu dengan penuh kejujuran dan keadilan. Betapapun Nabi Yusuf dalam menjabat bendahara berkat meminta, tetapi pertanggung-jawabannya jelas demi kepentingan umat, dan tidak ada sedikitpun ia gunakan jabatannya itu untuk berlaku curang, tidak adil dan mementingkan diri dan kelompoknya sendiri. Sebab alangkah rusaknya jabatan itu apabila jabatan itu hanya dilihat dari sisi kekuasaan. Karena hal itu, bisa menghilangkan hati nurani kemanusiaannya, sehingga jabatan itu disalah-gunakan dan dijadikan alat untuk melanggengkan kekuasaannya, dan akhirnya ia tidak berpihak kepada perjuangan penegakan kebenaran. 
Oleh karena itu, Ibnu Umar menyatakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Sesungguhnya apabila Allah swt. membiarkan seseorang menjatuhkan diri dari kebinasaan, maka dicabutnya rasa malu dari dirinya. Apabila rasa malu telah tiada, maka kamu akan menyaksikan ia menjadi orang yang dibenci dan amanatpun lenyap dari dirinya. Apabila amanat telah tiada, maka kamu akan menyaksikan ia menjadi seorang pengkhianat dan kasih sayangpun hilang dari dirinya. Apabila kasih sayang telah tiada pada dirinya, maka kamu akan menyaksikan ia menjadi orang yang terkutuk, dan ikatan Islam-pun menjadi lenyap dari dirinya”. (HR. Ibnu Majah).
Ada urutan yang tertib dan cermat dari petunjuk Rasulullah saw. tersebut, yaitu rasa malu – amanat – dan kasih sayang. Ketiga sifat mulia ini akan mengundang sifat-sifat terpuji lainnya. Oleh karena itu, jika ketiga sifat itu lenyap pada diri seseorang, maka egoisme orang itu menjadi liar dan mengundang sifat-sifat tercela lainnya. Itulah sebabnya jika penempatan amanat itu jatuh ke tangan orang yang bukan ahlinya, atau jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab maka itu adalah penyelewengan amanat. Jika sudah begitu, maka tunggulah saat kehancurannya. Hal itu pernah diungkapkan Rasulullah saw. dalam sabdanya :
اِذَا وُضِعَتِ الْاَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ, قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا تُضِيْعُ الْاَمَانَةُ؟ قَالَ : اِذَا وُسِّدَ اْلاَمْرُ إِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ
“Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya, lalu seseorang bertanya, ya Rasulullah saw. ! Apakah yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanat itu ? Beliau menjawab: “Apabila sesuatu urusan/jabatan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya”. (HR. Bukhari).   
Kaum muslimin sidang jamaah jum’at yang berbahagia.
Dalam kehidupan masyarakat kita kenal perkataan ‘aman’. Untuk memperoleh keadaan aman yang optimal dalam masyarakat, maka sifat amanat harus tumbuh secara optimal pula pada setiap anggota masyarakat. Adapun tingkat optimalisasi sifat amanat itu dituntut sesuai dengan tingkat kedudukan seseorang dalam masyarakat.
Seorang pemimpin pemerintahan mutlak dituntut untuk mempunyai sifat amanat yang paling tinggi, sebab ketiadaan sifat amanat pada dirinya dapat menimbulkan malapetaka terhadap rakyat yang dipimpinnya dalam skala yang luas, seperti adanya peperangan, terjadinya krisis ekonomi, dan keadaan tidak nyaman lainnya. Hal ini disebabkan ketiadaan amanat para pemimpinnya.
Seorang pengusaha juga dituntut untuk mempunyai amanat terhadap para karyawan untuk memberikan upah/gajinya sebelum keringat mereka menjadi kering sesuai dengan batas perjanjian yang ditetapkan kedua belah pihak , dan juga sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dalam hadits Nabi saw. disebutkan :
اُعْطُوا الْاَجِيْرَ اَجْرَهُ قَبْلَ اَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ وَاَعْلِمُوا اَجْرَهُ فِي عَمَلِهِ (رواه البيهقي )
“Berikanlah upah para pekerja sebelum keringatnya kering, dan beritahukanlah upahnya sewaktu ia sedang bekerja”. (HR. Baihaqy).   
Para karyawan pabrik atau perusahaan juga dituntut untuk memiliki sifat amanat, sebab jika tidak ada amanat pada diri karyawan, maka pabrik/perusahaan itu akan menderita kerugian yang dapat menimbulkan kemerosotan ekonomi dan selanjutnya dapat menyebabkan gangguan keamanan. Demikian pula halnya dengan para ulama, guru dan pedagang juga dituntut memiliki sifat amanat. Sebab jika tidak amanat, maka ulama dapat menimbulkan kesesatan pada jamaahnya, guru dapat menimbulkan kemerosotan akhlak siswanya, dan pedagang dapat melakukan perbuatan curang dalam jual beli atau melakukan transaksi dagangannya. Ingatlah ancaman Allah swt. dalam al-Qur’an, surat al-muthaffifin ayat : 1-3, yang berbunyi : 
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk oranglain mereka mengurangi”
Oleh karena itu, siapapun kita yang diberi amanat sesuai dengan kedudukan dan posisi kita masing-masing hendaknya kita tunaikan sebagaimana mestinya dengan penuh tanggung jawab. Sebab Rasulullah saw. telah memberikan dorongan yang luar biasa kepada kita, sebagaimana disebutkan oleh ‘Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Aku jamin surga untukmu, bila kamu berkata benar, berjanji tepat, dan amanat atas sesuatu yang dipercayakan kepadamu”. (HR. Ibnu Hibban, Ahmad, Hakim dan Baihaqy).
Semoga Allah memberikan taufiq dan petunjuknya kepada kita untuk dapat menunaikan amanat yang dibebankan kepada kita dengan penuh tanggung jawab. Amien. 
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ وَاَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَاِئِر الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ








Tidak ada komentar: