Ahlan Wa Sahlan di Blog Kelompok Kerja Penyuluh (POKJALUH) Kankemenag Kab. Pekalongan

Jumat, 18 Maret 2011

Dasa r- Dasar Ilmu & Metode Dakwah

DASAR-DASAR ILMU DAN METODE DAKWAH
Oleh: Fachrur Rozi 
           
            Sebaik apa pun materi dakwah yang akan disampaikan, manakala tidak dilakukan dengan metode yang tepat, maka dakwah akan mencapai hasil yang kurang maksimal. Pemahaman seorang da’I akan pentingnya metode dakwah yang tepat, menjadikan ia harus memahami seluk beluk, landasan serta kelebihan dan kekurangan serta karakteristik yang ada pada setiap metode. Sebab tidak semua metode, tepat untuk semua materi dan obyek dakwah. Satu metode (ceramah misalnya) tepat untuk suatu waktu, tempat dan materi dakwah tertentu, belum tentu tepat untuk materi dan situasi yang lain. Oleh karena itu tidak ada satu metode pun yang selalu tepat untuk semua tempat, waktu  dan situasi.
            Metode dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan dan dikembangkan oleh para ulama dakwah, sesungguhnya bertumpu pada dan dalam rangka melaksanakan firman Allah swt yang termaktub dalam surat an Nahl 125:
“Dan serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan cara hikmah (bijaksana) dan dengan nasehat yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih  baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa saja yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pun mengetahui siapa saja yang mendapatkan petunjuk”.
            Dari pemahaman ayat di atas, kemudian para ulama merumuskan metode-metode dakwah yang baik (bijak-hikmah), sehingga pesan dakwah dapat diterima dan diamalkan oleh masyarakat. Metode-metode itu antara lain: metode ceramah, Tanya jawab, diskusi, keteladanan,  home visit, face to face, drama, dan sebagainya.
            Sebelum membahas tentang metode-metode itu, perlu ditekankan bahwa semua metode yang dibangun dan akan dilaksanakan, hendaknya memperhatikan prinsip dan landasan filosofi pada setiap metode, yaitu berdasarkan pada prinsip HIKMAH,  yang melahirkan beberapa kaidah, yaitu:

  1. Qudwah qabla dakwah
Dakwah akan berjalan efektif manakala seorang da’I adalah contoh utama dari setiap yang didakwahkan. Oleh karena itu seorang da’I idealnya adalah orang pertama yang mengamalkan apa yang ia serukan, sehingga ia mampu memberi contoh sebelum mengajak kepada orang lain. Sebagus apapun metode yang kita gunakan, manakala masyarakat tidak mendapatkan contoh riil dari ajaran Islam, akan sangat sulit untuk mendapatkan hasil dakwah yang maksimal. Rasulullah saw adalah contoh da’I ideal, karena beliau adalah orang pertama dari semua ajaran yang beliau sampaikan, sehingga dakwahnya menjadi efektif. Sebagai contoh kecil, kita sebagai orang tua akan sangat susah untuk ditaati anak, manakala kita tidak memberikan contoh atas  semua perintah dan ajakan yang kita berikan, sebab anak tidak menemukan praktik nyata deari orang tuanya. Perintah yang efektif adalah ketika orang tua menyuruh anaknya pergi ke masjid, orang tua memberi contoh dengan berangkat ke masjid.

  1. Ta’lif qabla ta’rif
Seorang da’I idealnya mampu mendekatkan dirinya dengan jamaahnya sebelum menyampaikan banyak keterangan dan penjelasan tentang Islam. Kedekatan yang dimaksud di sini adalah bagaimana seorang da’I  mampu menyatukan hati jamaah dengan dirinya, merasa satu keluarga, senasib dan seiman dan seperjuangan, sehingga apa yang akan disampaikan bisa menyentuh hati dan fikiran jamaah. Seorang da’I yang dekat dan menyatu dengan jamaah, Insya Allah akan mengerti apa kebutuhan sebenarnya dari jamaah itu. Jamaah yang lapar tidak membutuhkan siraman rohani tentang wajibnya zakat. Jamaah yang tidak memiliki rumah (gelandangan misalnya) tidak memerlukan nasehat tentang kewajiban haji, dst. (sayangnya banyak da’I yang tidak memahami hal ini, sehingga prinsip ini justru diterapkan oleh lembaga-lembaga Kristiani, yang mengerti apa kebutuhan jamaah). Seorang da’I harus mampu menundukkan hati diri dan jamahnya dalam satu kesatuan barisan, sehingga mereka merasa saling mengerti,  saling membutuhkan, saling menghargai dan menghormati. Apabila jamaah sudah merasa menjadi bagian dari sang da’I, dan hati jamaah sudah tertundukkan,  maka jamaah akan menghormati   dan menghargai da’inya, sehingga apa pun yang disampaikannya akan didengar dan ditaati. Rasulullah saw menundukkan hati umatnya dengan akhlaq beliau yang mulia, sehingga orang menjadi tertarik kepada Islam salah satunya karena kepribadian beliau. Jangan sampai orang menolak Islam justru karena akhlaq da’I yang tidak simpatik.

  1. Ta’rif qabla taklif
Seorang da’I  hendaknya mampu memberikan penjelasan dan pengarahan kepada umat akan penting, indah dan manfaat sera damainya berIslam. Materi dakwah awal hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada jamaah tentang hakekat manusia di hadapan Allah swt, kebutuhan manusia kepada sang Khaliq, kebutuhan manusia akan tuntunan Rasul, nikmat dan indahnya beribadah kepada Allah, serta bahayanya apabila manusia tidak mengikuti petunjuk dan aturan Allah swt. Dengan demikian akan terbangun dalam jiwa dan fikiran jamaah akan pentingnya berIslam. Dakwah Islam sering mengalami kegagalan salah satu faktornya adalah karena dakwah dimulai dengan perintah dan larangan, kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan, dll, seperti harus shalat, puasa, zakat, tidak boleh ini dan itu, sehingga muncul kesan agama hanya sekedar daftar perintah dan larangan yang memberatkan. Akibatnya agama dianggapnya sebagai beban. Rasulullah saw memulai dakwahnya bukan dengan memerintahkan shalat, puasa, melarang khamr dan babi, tetapi beliau memulainya dengan penanaman aqidah dan iman kepada Allah swt, sehingga ketika perintah shalat, larangan khamr datang, umat menerima dengan senang hati dan penuh keimanan karena mereka yakin akan kemanfaatan perintah dan larangan itu. Hal ini tidak berarti kita tidak boleh mengajak orang lain untuk shalat dsb, tetapi bagaimana kita memulai dakwah dengan memberikan penyadaran tentang Islam sebelum membebani orang dengan aturan-aturan. Jelaskan indahnya puasa, nikmatnya shalat, lezatnya shadaqah, dsb sebelum menjelaskan rukun dan yang membatalkan puasa, shalat, dsb. Sebagai contoh adalah da’I-da’I di Irian Jaya, mereka pada awal-awal dakwahnya tidak mengajari mereka tentang shalat, halal-haram, tetapi “hanya” menyampaikan indahnya berpakaian dan manfaatnya bagi kesehatan, kehormatan, dst.       
           
  1. Tadarruj fit takalif
Meskipun jamaah telah memahami dan menerima beban yang harus diembannya sebagai seorang muslim, tetapi da’I tidak boleh memaksakan kehendaknya agar jamaah mau melaksanakan semua beban itu. Beban harus diberikan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi jamaah. Apabila beban diberikan sekaligus akan tampak berat dan susah untuk dilaksanakan. Ketika sesorang sedang belajar shalat, tentu tidak tepat kita mengatakan shalat tidak sah kalau tidak terpenuhi syarat  dan rukunnya. Apabila baru belajar membaca fatihah, kurang bijak manakala kita katakan shalat tidak sah kalau fatihahnya tidak benar, dst. Kadang-kadang da’I sering menginginkan agar jamaah mau berubah segera sesuai dengan keinginan dan apa yang disampaikannya. Padahal harus disadari, bahwa da’inya menjadi seperti sekarang ini, dahulu juga tidak seperti ini. Ia melalui proses yang panjang. Bayi yang baru lahir tentu baru bisa menangis, dan jangan dipaksa untuk langsung bisa tertawa.

  1. Tabsyir qabla tandzir
Seorang da’I hendaknya lebih sering dan mendahulukan untuk membahagiakan jamaah dengan janji-janji Allah akan balasan   orang-orang yang berbuat kebaikan dan taqwa berupa kenikmatan dan ketenangan hidup  dunia serta kebahagiaan hidup di akhirat dan surga, dan tidak mendahulukan dan  menonjolkan ancaman neraka Meskipun keduanya harus disampaikan tetapi “basyiran” (memberi kabar gembira) harus didahulukan dan diutamakan daripada “nadziran” (mengancam dan menakut nakuti dengan siksa neraka). Memberi santunan kepada fakir miskin (membahagiakan), lebih diutamakan dari pada menakuti mereka dengan ancaman siksa neraka bila mereka tidak shalat.

  1. Tarbiyah wala ta’riyah
Kewajiban da’i adalah membina umat dan jamaah dan bukan menelanjangi (mempermalukan)nya. Oleh karena itu apabila menemukan jamaah berbuat kesalahan dan khilaf , seorang da’I harus menangani dengan penuh kebijaksanaan. Misalnya dengan memarahi dan mencelanya di hadapan jamaah lain, merupakan sikap yang kurang bijak. Sebab nasehat kepada orang lain di hadapan orang lain sesungguhnya bukan nasehat tetapi mempermalukan. Suatu ketika Rasulullah berada di masjid bersama sahabat. Tiba-tiba datang seorang anak muda menyatakan sudah masuk Islam, tetapi minta izin kepada beliau untuk tetap diperbolehkan berzina. Sahabat-sahabat yang ada di sekeliling nabi menjadi berang, tetapi nabi mampu menenangkannya. Lalu semua sahabat dipersilahkan keluar, sehingga tinggal anak muda itu bersama Rasulullah saw. Lalu beliau menasehati dengan lembut, menyentuh hatinya, sehingga anak itu membatalkan keinginannya, tanpa harus dipermalukan di hadapan sahabat-sahabat lainnya. Inilah metode dan akhlaq dakwah nabi.

  1. Taisir wala ta’sir
Permudah dan jangan mempersulit. Sampaikan ajaran Islam dengan mudah, tekankan bahwa ajaran Islam itu mudah dan tidak sulit untuk difahami dan diamalkan. Jangan memaksa orang yang belum fasih membaca al Qur’an untuk fasih seperti orang Arab, biarkan dan bimbing agar mereka tidak merasa dipersulit. Bila tidak bisa berdo’a dalam bahasa arab, biarkan ia berdoa dengan bahasa yang ia kuasai.

  1. Ushul qabla furu’
Materi dakwah sebaiknya dimulai dari persoalan ushul (pokok) ajaran Islam, dan bukan memulai dengan persoalan-persoalan furu’ (cabang). Sebab manakala dakwah dimulai dari persoalan-persoalan cabang, dikhawatirkan banyak menimbulkan perselisihan (khilafiyah), yang apabila seorang da’I tidak hati-hati dan bijak dalam menyampaikannya akan timbul fitnah dan permusuhan di kalangan jamaah, atau melahirkan fanatisme buta. Maka sebaiknya dakwah dimulai dari persoalan aqidah dan bukan dari persoalan fiqh. Lebih bagus menekankan pentingnya dan kebutuhan manusia untuk shalat, dari pada memulai dari tata cara dan bacaan-bacaan shalat. Kalaupun pada akhirnya sampai pada materi tersebut, seorang da’I harus bisa bersikap jujur dan tidak fanatik terhadap salah satu pemahaman yang ada, tetapi sampaikan apa adanya semua atau beberapa pendapat yang ada, biarkan jamaah untuk memilihnya.
Dari uraian  di atas, maka metode dakwah yang akan digunakan oleh seorang da’I, harus dihiasi dan diselimuti oleh prinsip dan kaidah-kaidah tersebut, sehingga dakwah tidak keluar dari relnya.       
Adapun beberapa metode yang biasa dan sering digunakan antara lain:
  1. Metode ceramah
Metode ini merupakan metode dakwah yang paling konvensional akan tetapi akan tetap dan terus dipakai selama masih ada khutbah Jum’at. Metode ini sangat mengandalkan kemampuan da’I dalam menyampaikan pesan-pesan Islam dengan bahasa lesan. Karena sifatnya satu arah, maka ceramah hendaknya dikemas sedemikian rupa sehingga materi dakwah mudah dicerna dan difahami. Oleh karena itu seorang da’I ketika menggunakan metode ceramah, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- fahami kondisi mad’u secara baik, baik dalam hal usia, pendidikan, status      social, desa-kota, kampung-kampus,  dsb
- gunakan bahasa yang relatif sama dengan bahasa pendengar sehingga mudah difahami. Berbicara dengan bahasa yang asing bagi pendengar sama dengan bicara dengan orang tuli.
- Kemas dan sesuaikan materi dengan tingkatan dan kemampuan sera kondisi pendengar. Bicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat kemampuannya. Materi sama bisa disampaikan dengan cara yang berbeda bila pendengarnya berbeda.
- Terutama pada khutbah Jum’at, hindari pembahasan materi yang melahirkan kontroversi di kalangan jamaah. Hindarkan membahas masalah yang diikhtilafkan dalam khutbah, yang hanya akan melahirkan keresahan di masyarakat. Sampaikan yang hanya mengandung satu kebenaran, sebab tidak ada dialog setelah itu.  
- Kunci kesuksesan pada metode ceramah terletak pada ketrampilan berkomunikasi yang dimiliki da’I, oleh karena itu fahamilah seluk beluk teori retorika.
- Yang terpenting dari semua itu adalah da’I merupakan pelaksana pertama dari apa yang disampaikannya, kecuali terhadap materi tertentu yang ia belum mampu mengamalkannya, seperti  zakat dan haji misalnya.

  1. Metode Tanya jawab.
Metode ini merupakan gabungan dan penyempurnaan dari metode ceramah.  Pada metode ceramah, komunikasi hanya satu arah, sedangkan Tanya jawab melibatkan pendengar secara langsung sehingga terjadi komunikasi dua arah. Oleh karena itu manakala ada yang tidak bisa difahami dan dicerna jamaah, bisa langsung diperoleh jawabannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika kita menggunakan metode Tanya jawab, antara lain:
- Sebaiknya da’I  mengetahui dan memiliki ilmu yang cukup memadai, baik terhadap materi yang sedang dibawakan, maupun hal-hal yang berkaitan dengan materi itu. Sedapat mungkin pertanyaan dibatasi sesuai dengan tema yang sedang dibahas, tetapi hal ini mungkin agak sulit dilakukan mengingat ja,aah itu sangat beragam.
- semua peserta (jamaah) jangan kita perlakukan sebagai “orang bodoh”, dalam arti setiap tanggapan kita anggap sebagai pertanyaan orang yang belum tahu, sehingga mereka bisa kita perlakukan sebagai mitra untuk mendapatkan jawaban.
- Tidak semua pertanyaan harus dijawab dalam forum, karena mungkin ada pertanyaan yang bersifat kasuistik, indiviual, dsb.
- Apabila ada pertanyaan yang sifatnya khilafiyah, usahakan untuk memberikan jawaban apa adanya, dalam arti sampaikan semua pendapat yang ada, tanpa harus menghakimi salah satu sebagai yang paling benar. Biarkan jamaah yang menilai dan memilihnya, karena jamaah kita sekarang bukan orang yang tidak tahu apa-apa sama sekali.
- Berlakulah jujur, dalam arti jangan merasa tahu segalanya. Katakan “mohon maaf belum bisa menjawab”  manakala memang menemukan pertanyaan yang tidak tahu jawabannya, dan jangan ngawur asal jawab. Kalau perlu lemparkan pertanyaan itu kepada jamaah, barangkali ada yang tahu jawabannya.

  1. Metode home visit dan face to face
Metode home visit secara bebas dapat diartikan sebagi kunjungan da’I kepada mad’unya ke rumah untuk mendekatkan hubungan batin antara da’I dan mad’u, sehingga terjalin persaudaraan antara keduanya. Di samping itu da’I iharapkan akan tahu persis persoalan yang dihadapi daan pa kebutuhan riil yang diinginkan mad’u. Sedangkan metode face to face, merupakan hubungan antar personal yang mirip dengan bimbingan dan konseling. Metode ini sangat tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual yang dihadapi mad’u. Di samping terjamin kerahasiaannya, biasanya dakwah seperti ini lebih berhasil dari pada ceramah umum.
Metode ini lebih tepat digunakan untuk menundukkan hati orang, baik kaya maupun miskin. Kepada orang kaya mungkin mereka merasa dihormati, sementara kepada orang miskin meraka merasa dihargai dan “diwongke”. Apalagi kalau kemudian diikuti dengan memberikan santunan kepada mereka. Daripada orang lapar (gepeng misalnya) didakwahi dengan metode ceramah, lebih bagus dikunjungi dan diberikan santunan.
Demikian beberapa  penjelasan tentang metode dakwah yang biasa dan bisa digunakan sebagai bekal untuk berdakwah di masyarakat. Semoga bermanfaat. Amin.


Tidak ada komentar: