Ahlan Wa Sahlan di Blog Kelompok Kerja Penyuluh (POKJALUH) Kankemenag Kab. Pekalongan

Selasa, 08 Mei 2012

Kebijakan Bidang Penamas dalam Upaya Optimalisasi Jurnalisme Islam


Kebijakan Bidang Penamas dalam Upaya Optimalisasi Jurnalisme Islam
Oleh Drs. H. Khaerudin, MA
Kepala Bidang Penamas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah
Untuk memajukan dakwah di masa kini, kita perlu menjalaninya dengan memanfaatkan media massa cetak atau elektronik. Karena dengan itu, dakwah bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, di mana masyarakat sekarang ini selalu membutuhkan informasi-informasi dari berbagai media  massa. Begitu pula dengan memanfaatkan media massa, dakwah dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap individu dan masyarakat. Karena dengan memanfaatkan media massa, dakwah bisa menjangkau sasaran yang luas dan mengubah presepsi.
Melihat pada kenyataan sekarang ini, begitu banyak media massa yang berkembang tapi hanya sedikit sekali yang menyiarkan dakwah Islam. Sehingga para aktivis dakwah sepertinya perlu berupaya memenuhi media-media massa dengan penyiaran dakwah Islam. Namun pemanfaatan media massa itu, dan penyiaran dakwah Islam, tidak mungkin dapat terealisasi dengan baik tanpa didukung dengan kemampuan dalam bidang jurnalistik. Untuk itulah, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah melalui Bidang Penamas perlu mengambil kebijakan untuk meningkatkan jurnalistik keagamaan.
Kebijakan ini berpijak pada PMA 10 tahun 2010 Pasal 390 yang menyebutkan bahwa Bidang Penamas salah satu tupoksinya adalah melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi penerbitan naskah dakwah.
Berkaitan dengan tupoksi tersebut, maka Bidang Penamas Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah mengambil kebijakan sebagai berikut :
1.       Menyusunan Peta Keagamaan
Keberadaan peta keagamaan sangat penting dalam melaksanakan dakwah, agar tepat sasaran dengan hasil yang optimal, sesuai dengan situasi dan kondisi obyek dakwahnya dan ditunjang dengan metodologi yang tepat. Hal ini juga berlaku jika pelaksanaan dakwahnya melalui media, baik cetak maupun elektronik
2.       Melaksanakan Pelatihan
3.       Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi penerbitan naskah dakwah

Bila kita cermati sejarah, perkembangan peradaban manusia linier dengan tingkat penulisan. Laju kemajuan zaman setelah ditemukan kertas, jauh lebih cepat letimbang sebelumnya. “Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyui, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandek”, tandas Barbara Tuchman.
Suatu hal yang tak terelakkan, betapa pun obyektifnya penulisan, ia tetap diwarnai kosep ideologi penulisnya, karena tulisan merupakan curahan alam pikiran, uneg-uneg, dalam diri seseorang dari berbagai penomena, yang punya daya pengaruh pada pembaca. Nah, disinilah peran penting Jurnalis Islam untuk mengangkat berbagai kejadian ke permukaan pembaca menurut panda ngan Islam. Pada hakekatnya Jurnalisme Islami merupakan aktualisasi dakwah dalam system kepenulisan untuk mempengaruhi cara berasa, berpikir, dan bertindak manusia untuk mewujudkan ajaran Islam di berbagai aspek kehidupan. Sejauh mana tingkat keberhasilannya?! Bergantung pada sistem dan nilai penulisan serta tingkat konsumsi masyarakat (obyek sasaran) terhadap bacaan.
a. Pembahasan
Alvin Tofler futurelog terkemuka meramalkan terkemuka meramalkan bahwa manusia abad 21 pola hidupnya sangat dipengaruhi oleh informasi. Informasi jadi alat kekuasaan paling efektif masa mendatang. Bangsa mana yang menguasai arus informasi dialah menguasai dunia. Begitu pentingnya tulisan, Allah bersumpah dengan hal itu.”Nuuun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” [Al-Qolam:01]
Jelas suatu bacaan dapat menimbulkan suatu pengaruh yang sangat kuat dalam diri kita. Tak heran jika perang pemikiran melalui bacaan jauh lebih dahsyat dari pada perang fisik! Perang wacana yang dapat menjajah suatu kaum tanpa merasa dijajah. Mari kita buka cakrawala dunia yang penuh wacana yang suka atau tidak suka memuat pandangan hidup kapitalis, sekuler, materialis, komunis, bahkan atheis, yang terus merayap di atas bumi. Hal tersebut menantang jurnalisme Islami untuk tampil di depan. Aspek ini belum direspon serius secara optimal dari Umat Islam, padahal ini merupakan aspek penting dalam sisi kehidupan. Persoalannya adalah minimnya kemampuan para jurnalis Umat Islam yang mampu menggali potensi kepenulisan dalam ajaran Islam.
Seorang jurnalis Islami berarti sekaligus sebagai da’i yang tujuan dasarnya adalah dakwah. Ia harus memiliki kualifikasi akademis tentang Islam. Paling tidak memiliki pemahaman yang luas tentang kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Setelah itu riwayat Nabi, Para Shahabat, dan sebagian Ulama besar salaf. Ia juga perlu menyelami Hukum Islam dan falsafah tasyri’nya. Lebih bagus lagi jika ia menguasai ilmu bantu seperti ilmu dakwah, sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Dan yang tak kalah penting memiliki teknik penulisan jitu.
Sudah cukupkah mengandalkan kemampuan di atas…….?! belum, untuk kontinuitas dakwah diperlukan integritas yang tangguh karena jalan dakwah mendaki, berliku-liku, penuh onak dan duri. Seorang Jurnalis Islami berdakwah tidak hanya seminggu dua minggu, sebulan dua bulan, tugas dakwah yang diemban selama hayat dikandung badan.
Ucapan yang keluar dari hati akan menyerap ke hati, sedang yang keluar sebatas bibir (tinta), akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Orang berilmu tapi tidak mengamalkan berarti telah menipu diri sendiri dan akibatnya akan menumpulkan nuraninya. Apa yang didakwahkan mempunyai kekuatan dari dalam, tidak hanya sebatas bibir dan kata-kata saja. Allah menegaskan;”Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. [Ash-Shaf:03]Rasulullah juga mengingatkan;”Hendaklah kalian berpegang pada kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran (kejujuran) membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga…….. Dan hendaklah kalian jauhi dusta! Karena sesungguhnya dusta membawa pada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka”. [muttafaq ’alaih]
Bagaimana bisa menghidupkan hati orang lain jika hatinya sendiri mati, ia takkan bisa memperbaiki diri orang lain jika diri sendiri rusak, takkan memberi petunjuk jika ia sendiri sesat. Mestinya dalam menyeru orang lain ia berada di depan. Begitu pula menasehati orang lain melalui tulisan, ia harus bisa menasehati dirinya sendiri.
Menulis itu gampang, anak TK pun bisa menulis dengan bimbingan gurunya. Tapi menulis untuk tujuan tertentu (dakwah misalnya), tidak bisa hanya mengandalkan bakat alami, karena ada konvensi-konvensi tertentu dalam sistem pemahaman (understanding) yang mesti dipelajari secara seksama agar orang lain mampu memahami isi sebuah tulisan sesuai dengan maksud penulis. Dengan demikian jelas Jurnalisme Islami memerlukan teknik ketrampilan komunikasi tulis yang baik sehingga mampu membawa nilai-nilai Islami berupa hikmah dan mau’idhah hasanah ke dalam tulisannya yang luwes, akurat, singkat padat, dan proporsional.
Integritas Jurnalis Islami tergambar pada kepribadiannya yang taqwa, kritis, kreatif, inovatif, dan responsif. Ia akan senantiasa memelihara diri, jernih pikiran, bersih hati, dan kokoh jiwanya. Jika semuanya terintegrasi secara berkesinambungan akan membentuk ketajaman akal budi. Dengan itu ia akan mampu membaca prioritas dakwah di berbagai lapangan, mengerti kondisi masyarakat (obyek sasaran) dari berbagai aspek, memberi analisis pemecahan berbagai persoalan dengan tepat, dan memahami sejauh mana tingkat efektifitas dakwahnya. Melalui tulisan ia takkan menyeru masyarakat naik haji di saat krisis ekonomi, ia takkan menyampaikan masalah daulah sementara mereka buta hukum-hukum Islam.
Ketajaman akal budi penting dalam dakwah melalui tulisan, karena pesan dakwah yang disampaikan Jurnalis Islami lebih besar pengaruh kognitif daripada afektif dan motoriknya. Misalnya penjelasan tentang muhasabah –diharapkan minimal– membuat orang lain tahu (kognitif) tentang apa dan bagaimana sih muhasabah itu. Syukur-syukur bila berpengaruh pada afektif dan motoriknya. Karena itulah salah satu sarat penting Jurnalis Islami harus banyak baca.
b. KesimpulanTiga sisi yang harus dibangun dalam Jurnalisme Islami :
1.     Wawasan keislaman yang luas.
2.     Ketrampilan penulisan yang bagus.
3.     Integritas pribadi yang tinggi.

Tidak ada komentar: