Kebijakan Bidang
Penamas dalam Upaya Optimalisasi Jurnalisme Islam
Oleh Drs. H.
Khaerudin, MA
Kepala Bidang Penamas Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Tengah
Untuk memajukan dakwah di masa kini, kita perlu menjalaninya dengan
memanfaatkan media massa cetak atau elektronik. Karena dengan itu, dakwah bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, di mana masyarakat sekarang ini
selalu membutuhkan informasi-informasi dari berbagai media massa. Begitu
pula dengan memanfaatkan media massa, dakwah dapat memiliki pengaruh yang besar
terhadap individu dan masyarakat. Karena dengan memanfaatkan media massa,
dakwah bisa menjangkau sasaran yang luas dan mengubah presepsi.
Melihat pada kenyataan sekarang ini, begitu banyak media massa yang
berkembang tapi hanya sedikit sekali yang menyiarkan dakwah Islam. Sehingga
para aktivis dakwah sepertinya perlu berupaya memenuhi media-media massa dengan
penyiaran dakwah Islam. Namun pemanfaatan media massa itu, dan penyiaran dakwah
Islam, tidak mungkin dapat terealisasi dengan baik tanpa didukung dengan
kemampuan dalam bidang jurnalistik. Untuk itulah, Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Tengah melalui Bidang Penamas perlu mengambil kebijakan untuk
meningkatkan jurnalistik keagamaan.
Kebijakan ini berpijak pada PMA 10 tahun 2010 Pasal 390 yang menyebutkan bahwa Bidang Penamas salah satu tupoksinya
adalah melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi
penerbitan naskah dakwah.
Berkaitan dengan tupoksi tersebut, maka Bidang Penamas Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah mengambil kebijakan sebagai berikut :
1.
Menyusunan Peta Keagamaan
Keberadaan peta keagamaan sangat penting dalam melaksanakan dakwah,
agar tepat sasaran dengan hasil yang optimal, sesuai dengan situasi dan kondisi
obyek dakwahnya dan ditunjang dengan metodologi yang tepat. Hal ini juga
berlaku jika pelaksanaan dakwahnya melalui media, baik cetak maupun elektronik
2.
Melaksanakan Pelatihan
3.
Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan
bimbingan teknis serta evaluasi penerbitan naskah dakwah
Bila
kita cermati sejarah, perkembangan peradaban manusia linier dengan tingkat
penulisan. Laju kemajuan zaman setelah ditemukan kertas, jauh lebih cepat
letimbang sebelumnya. “Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah
menjadi sunyui, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan
spekulasi mandek”, tandas Barbara Tuchman.
Suatu
hal yang tak terelakkan, betapa pun obyektifnya penulisan, ia tetap diwarnai kosep
ideologi penulisnya, karena tulisan merupakan curahan alam pikiran, uneg-uneg,
dalam diri seseorang dari berbagai penomena, yang punya daya pengaruh pada
pembaca. Nah, disinilah peran penting Jurnalis Islam untuk mengangkat berbagai
kejadian ke permukaan pembaca menurut panda ngan Islam. Pada hakekatnya
Jurnalisme Islami merupakan aktualisasi dakwah dalam system kepenulisan untuk
mempengaruhi cara berasa, berpikir, dan bertindak manusia untuk mewujudkan
ajaran Islam di berbagai aspek kehidupan. Sejauh mana tingkat keberhasilannya?!
Bergantung pada sistem dan nilai penulisan serta tingkat konsumsi masyarakat
(obyek sasaran) terhadap bacaan.
a.
Pembahasan
Alvin
Tofler futurelog terkemuka meramalkan terkemuka meramalkan bahwa manusia abad
21 pola hidupnya sangat dipengaruhi oleh informasi. Informasi jadi alat
kekuasaan paling efektif masa mendatang. Bangsa mana yang menguasai arus
informasi dialah menguasai dunia. Begitu pentingnya tulisan, Allah bersumpah
dengan hal itu.”Nuuun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
[Al-Qolam:01]
Jelas
suatu bacaan dapat menimbulkan suatu pengaruh yang sangat kuat dalam diri kita.
Tak heran jika perang pemikiran melalui bacaan jauh lebih dahsyat dari pada
perang fisik! Perang wacana yang dapat menjajah suatu kaum tanpa merasa
dijajah. Mari kita buka cakrawala dunia yang penuh wacana yang suka atau tidak
suka memuat pandangan hidup kapitalis, sekuler, materialis, komunis, bahkan
atheis, yang terus merayap di atas bumi. Hal tersebut menantang jurnalisme
Islami untuk tampil di depan. Aspek ini belum direspon serius secara optimal
dari Umat Islam, padahal ini merupakan aspek penting dalam sisi kehidupan.
Persoalannya adalah minimnya kemampuan para jurnalis Umat Islam yang mampu
menggali potensi kepenulisan dalam ajaran Islam.
Seorang
jurnalis Islami berarti sekaligus sebagai da’i yang tujuan dasarnya adalah
dakwah. Ia harus memiliki kualifikasi akademis tentang Islam. Paling tidak
memiliki pemahaman yang luas tentang kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Setelah
itu riwayat Nabi, Para Shahabat, dan sebagian Ulama besar salaf. Ia juga perlu
menyelami Hukum Islam dan falsafah tasyri’nya. Lebih bagus lagi jika ia
menguasai ilmu bantu seperti ilmu dakwah, sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
Dan yang tak kalah penting memiliki teknik penulisan jitu.
Sudah
cukupkah mengandalkan kemampuan di atas…….?! belum, untuk kontinuitas dakwah
diperlukan integritas yang tangguh karena jalan dakwah mendaki, berliku-liku,
penuh onak dan duri. Seorang Jurnalis Islami berdakwah tidak hanya seminggu dua
minggu, sebulan dua bulan, tugas dakwah yang diemban selama hayat dikandung
badan.
Ucapan
yang keluar dari hati akan menyerap ke hati, sedang yang keluar sebatas bibir
(tinta), akan masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Orang berilmu tapi tidak
mengamalkan berarti telah menipu diri sendiri dan akibatnya akan menumpulkan
nuraninya. Apa yang didakwahkan mempunyai kekuatan dari dalam, tidak hanya
sebatas bibir dan kata-kata saja. Allah menegaskan;”Sangat besar kebencian
di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”.
[Ash-Shaf:03]Rasulullah juga mengingatkan;”Hendaklah kalian berpegang pada
kebenaran, karena sesungguhnya kebenaran (kejujuran) membawa pada kebaikan dan
kebaikan itu membawa ke surga…….. Dan hendaklah kalian jauhi dusta! Karena sesungguhnya
dusta membawa pada kedurhakaan, dan kedurhakaan membawa ke neraka”.
[muttafaq ’alaih]
Bagaimana
bisa menghidupkan hati orang lain jika hatinya sendiri mati, ia takkan bisa
memperbaiki diri orang lain jika diri sendiri rusak, takkan memberi petunjuk
jika ia sendiri sesat. Mestinya dalam menyeru orang lain ia berada di depan.
Begitu pula menasehati orang lain melalui tulisan, ia harus bisa menasehati
dirinya sendiri.
Menulis
itu gampang, anak TK pun bisa menulis dengan bimbingan gurunya. Tapi menulis
untuk tujuan tertentu (dakwah misalnya), tidak bisa hanya mengandalkan bakat
alami, karena ada konvensi-konvensi tertentu dalam sistem pemahaman
(understanding) yang mesti dipelajari secara seksama agar orang lain mampu
memahami isi sebuah tulisan sesuai dengan maksud penulis. Dengan demikian jelas
Jurnalisme Islami memerlukan teknik ketrampilan komunikasi tulis yang baik
sehingga mampu membawa nilai-nilai Islami berupa hikmah dan mau’idhah hasanah
ke dalam tulisannya yang luwes, akurat, singkat padat, dan proporsional.
Integritas
Jurnalis Islami tergambar pada kepribadiannya yang taqwa, kritis, kreatif,
inovatif, dan responsif. Ia akan senantiasa memelihara diri, jernih pikiran,
bersih hati, dan kokoh jiwanya. Jika semuanya terintegrasi secara berkesinambungan
akan membentuk ketajaman akal budi. Dengan itu ia akan mampu membaca prioritas
dakwah di berbagai lapangan, mengerti kondisi masyarakat (obyek sasaran) dari
berbagai aspek, memberi analisis pemecahan berbagai persoalan dengan tepat, dan
memahami sejauh mana tingkat efektifitas dakwahnya. Melalui tulisan ia takkan
menyeru masyarakat naik haji di saat krisis ekonomi, ia takkan menyampaikan
masalah daulah sementara mereka buta hukum-hukum Islam.
Ketajaman
akal budi penting dalam dakwah melalui tulisan, karena pesan dakwah yang
disampaikan Jurnalis Islami lebih besar pengaruh kognitif daripada afektif dan
motoriknya. Misalnya penjelasan tentang muhasabah –diharapkan minimal– membuat
orang lain tahu (kognitif) tentang apa dan bagaimana sih muhasabah itu.
Syukur-syukur bila berpengaruh pada afektif dan motoriknya. Karena itulah salah
satu sarat penting Jurnalis Islami harus banyak baca.
b.
KesimpulanTiga sisi yang harus dibangun dalam Jurnalisme Islami :
1. Wawasan
keislaman yang luas.
2. Ketrampilan
penulisan yang bagus.
3. Integritas
pribadi yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar