Oleh Drs.
H. Khaerudin, MA
Kepala Bidang
Penamas
Kanwil Kementerian Agama
Provinsi Jawa Tengah
A.
Latar Belakang
Pada
saat ini, untuk menyebut Bidang Penamas yang merupakan singkatan dari
Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid sebagaimana
tersebut dalam KMA Nomor 373 Tahun 2002 menjadi
rancu, karena struktur ini tidak memiliki korelasi dengan Kemenag Pusat yang
sudah menggunakan PMA no. 10 tahun 2010 dengan nomenklatur Penais atau
Penerangan Agama Islam.
Sambil
menunggu kebijakan baru dari pusat, kita harus tetap fokus terhadap tugas
sesuai peran dan fungsinya, termasuk kami yang berada di jajaran Kanwil
Kementerian Agama Jawa Tengah yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam
pemberdayaan umat Islam. Jawa Tengah dengan penduduk sebanyak 32.382.657 jiwa dan dari data Keagamaan
Kementerian Agama RI Tahun 2010 tercatat 93 % umat Islam. Sedangkan tempat ibadah di Jawa Tengah saat ini terdapat
162 ribu masjid dan langgar yang mengalami
penurunan cukup signifikan sejak tahun 2007
sekitar 2% per tahun, namun pembangunan gereja, baik Kristen maupun Katholik mengalami kenaikan
2,5 % per tahun.
Dari data tersebut, setidaknya menjadi sebuah
ukuran bahwa minat umat Islam di Jawa Tengah untuk beribadah dan beraktifitas
di masjid/langgar mengalami kelesuan. Sedangkan umat Nasrani minat beribadah
dan beraktifitas di tempat ibadahnya mengalami peningkatan yang cukup pesat.
Hal ini semakin memperjelas kenyataan yang nampak bahwa banyak masjid/langgar
sepi jamaah, berarti penyuluhan tentang manajemen masjid dan dakwah berbasis
masjid yang banyak disosialisasikan belum mampu dipenuhi oleh beberapa pihak
untuk dapat menarik minat kehadiran para
jamaah.
Namun
dari sisi toleransi keberagamaan di Jawa Tengah sedikit lebih baik dari 3
provinsi lainnya. Angka toleransi ini dapat dilihat dari kecenderungan konflik
antar agama (intoleransi), Jawa Barat terjadi kasus konflik terbanyak yaitu
34%, Jakarta 16%, Jawa Timur 15%, sedangkan di Jawa Tengah 14%.
Bila dilihat dari angka di atas, pola pemikiran keagamaan melalui
pendekatan multikultural telah banyak
dimiliki oleh sebagian umat Islam di Jawa Tengah, terutama di Kota
Semarang, yang dikenal aman dan kondusif. Dalam
sudut pandang hubungan dan komunikasi antar agama terlihat adanya peningkatan,
namun dalam sudut pandang hubungan internal umat Islam yang berkaitan dengan
peningkatan ketaqwaan dan keimanan, menunjukkan upaya dakwah selama hanya
berjalan di tempat.
Demikianlah beberapa dilema yang harus dipahami benar oleh para penyuluh
agama Islam yang dituntut bekerja secara professional dan sekaligus sebagai penyejuk
di tengah situasi masyarakat yang rentan konflik. Sebagaimana visi dan misi Kementerian Agama, para penyuluh agama
dalam melakukan tugasnya agar memiliki kemampuan profesional sebagai
dinamisator pembangunan dan pemersatu umat sehingga berperan efektif
mendinamisir program-program pembangunan masyarakat serta mampu mencegah
konflik di kalangan masyarakat.
Dengan adanya kasus kerusuhan di Temanggung pada bulan
Februari lalu dapat dijadikan gambaran bahwa demikian resahnya umat Islam arus
bawah dalam menanggapi pesatnya perkembangan agama lain di Jawa Tengah,
sekaligus membuka mata, bahwa demikian pesat pula perkembangan pola pemikiran
dan ormas Islam yang cenderung hiper-reaktif.
B.
Kebijakan Penyuluhan Agama Islam
Perlu diambil beberapa kebijakan yang dapat dijadikan bekal bagi
para penyuluh agama Islam di Jawa Tengah. Di antara bekal yang amat penting
bagi penyuluhan agama kepada masyarakat yaitu kemampuan menggunakan pendekatan
multikultural, suatu pendekatan yang berbasis pada keragaman, mengingat
masyarakat kita adalah masyarakat majemuk dan multikultural, sehingga tidak
menimbulkan provokasi, tetapi menumbuhkan ketenteraman dan kedamaian antar
sesama manusia dan intern umat beragama.
Melalui pendekatan multikultural ini diharapkan masyarakat dapat
memahami substansi ajaran agama masing-masing secara inklusif, agar masyarakat
dapat menghargai diri dan menghargai orang lain, serta dapat memperbaiki
hubungan antara orang-orang dari tradisi dan kultur (budaya) yang berbeda.
Dengan mengembangkan nilai-nilai multikultural dalam penyuluhan
agama diharapkan nantinya, masyarakat dapat memiliki sikap toleransi, karena
toleransi merupakan ekspresi keberagamaan yang mendalam untuk mengangkat arti
penting hidup bersama, hidup berdampingan, dan saling menghargai yang pada
akhirnya akan dapat mendatangkan kesejahteraan bersama baik jasmani maupun rohani.
Mengacu pada dua tugas
pokok penyuluh agama, pertama,
menyusun dan menyiapkan program, melaksanakan penyuluhan, melaporkan dan
mengevaluasi/memantau hasil pelaksanaan penyuluhan. Kedua, memberikan bimbingan dan
konsultasi yaitu memberikan arahan kepada masyarakat yang membutuhkan
konsultasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan kerukunan umat
beragama serta keikutsertaan dalam keberhasilan pembangunan. Pada sisi yang
lain penyuluh agama juga berperan dalam memberikan penerangan
dan motivasi terhadap pelaksanaan program-program pembangunan melalui
pendekatan keagamaan dengan bahasa agama.
C. Peran Strategis Pelaksanaan Penyuluhan
Agama Islam
Mengingat sedemikian penting perannya, maka penyuluh agama perlu dipacu agar mampu
mengembangkan kecakapan, pengetahuan, kepribadian dan kepedulian serta menguasai
berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap
melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab dan profesional.
Dalam mengembangkan kecakapan, penyuluh
agama dituntut agar dalam melaksanakan
bimbingan dan penyuluhan lebih
mendidik; menguasai karakteristik jamaah
dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, intelektual dan
emosional; menguasai teori penyuluhan dan prinsip-prinsip bimbingan dan
penyuluhan; mengembangkan kurikulum terkait dengan kegiatan penyuluhan melalui
tatap muka; dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran dalam penyuluhan; memfasilitasi pengembangan potensi
jamaah untuk dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki; berkomunikasi
secara efektif, empatik dan santun dengan jamaah; menyelenggarakan penilaian
dan evaluasi proses dan hasil penyuluhan; serta memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran dan evaluasi dalam penyuluhan untuk kepentingan pengembangan
penyuluhan.
Untuk mengembangkan pengetahuan, penyuluh agama
disarankan agar menguasai tujuan dan target setiap bimbingan dan penyuluhan;
menguasai materi pembelajaran penyuluhan yang diampu secara kreatif; dan
menguasai pembuatan tata administrasi kepenyuluhan yang mendukung pengembangan
profesi.
Sedangkan dalam upaya mengembangkan kepribadian,
diharapkan agar penyuluh agama sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi jamaah; menampilkan diri
sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan rasional; menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi penyuluh dan
percaya diri yang tinggi dan menjunjung tinggi kode etik profesi penyuluh.
Dalam
mengembangkan kepedulian, penyuluh agama disarankan bersikap inklusif,
bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif atau bersikap primordial;
berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama penyuluh dan
masyarakat; beradaptasi di tempat tugas; berkomunikasi dengan komunitas profesi
sendiri dan profesi lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan teknologi
informasi.
Apabila
strategi dan tehnik penyuluhan tersebut dapat dilaksanakan secara optimal,
diharapkan perkembangan keberagamaan umat Islam. khususnya di Provinsi Jawa
Tengah akan mengalami peningkatan, baik jasmaninya maupun rohaninya. Ditambah
dengan pendekatan keagamaan secara multikultural, akan menciptakan masyarakat
damai, sejuk dan berakhlak mulia.
Semarang, 26 April
2012
*) Disampaikan pada
Diklat Penyuluh Agama Islam Tingkat Lanjutan di Balai
Diklat Keagamaan di Semarang
1 komentar:
Sip..sip...utk Penyuluh Agama Islam Kab. Pekalongan..Salam sukses selalu...Innallaha ma'ana...Insya Allah..
Posting Komentar